Tuesday, May 21, 2013

Teori Manajemen Hubungan Pelanggan (Customer Relationship Management)


Loe, David dan James mengungkapkan mengenai CRM bahwa :
Customer relationship management (CRM) is a business process that delivers personalized goods and services by harnessing and mining customer information (Manajemen hubungan pelanggan (CRM) adalah proses bisnis yang memberikan barang dan jasa dengan memanfaatkan dan informasi pelanggan)”[1].
Byron J. Finch mengungkapkan bahwa:
Customer Relationship Management (CRM) is systems designed to improve relationships with customers and improve the business’s ability to identify valuable customers. They include call center management software, sales tracking, and customer service. (Customer Relationship Management (CRM) adalah sistem yang dirancang untuk meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan meningkatkan kemampuan bisnis untuk mengidentifikasi pelanggan yang berharga. Mereka termasuk call center perangkat lunak manajemen, pelacakan penjualan, dan layanan pelanggan)[2].
Dari kedua teori ini dapat disimpulkan bahwa CRM adalah suatu sistem yang dibuat untuk melekatkan hubungan dengan pelanggan dengan memanfaatkan informasi pelanggan.
Levy mengungkapkan bahwa :
Customer Relationship Management (CRM) is a business philosophy and set of strategies, programs, and systems that focused on identifying and building loyalty with a retailer’s most valued customers (Customer Relationship Management (CRM) adalah filosofi bisnis dan seperangkat strategi, program, dan sistem yang berfokus pada identifikasi dan membangun loyalitas dengan pelanggan pengecer yang paling berharga)”[3].
Dapat disimpulkan mengenai teori ini bahwa CRM adalah seperangkat sistem dan strategi yang bertujuan untuk membangun kesetiaan pelanggan kepada perusahaan.
Clow dan Baack berpendapat bahwa:
Customer Relationship Management is a program designed to build long-term loyalty and bonds with customers through the use of a personal touch facilitated by technology (Manajemen hubungan pelanggan adalah program yang dirancang untuk membangun loyalitas jangka panjang dan obligasi dengan pelanggan melalui penggunaan sentuhan pribadi difasilitasi oleh teknologi)”[4].
Teori diatas dapat disimpulkan bahwa CRM adalah suatu program yang dirancang secara khusus oleh perusahaan dengan memberikan fasilitas teknologi agar pelanggan merasa loyal dan berhubungan jangka panjang dengan perusahaan.
Kotler dan Keller mengemukakan bahwa:
Customer Relationship Management (CRM) is the process of carefully managing detailed information about individual customers and all customer “touch points” to maximize customer loyalty. A customer touch point is any occassion on which a customer encounters the brand and product – from actual experience to personal or mass communications to casual observation.(Manajemen hubungan pelanggan (CRM) adalah proses hati-hati mengelola informasi rinci tentang pelanggan individu dan semua "titik sentuh" pelanggan untuk memaksimalkan loyalitas pelanggan. Sebuah titik sentuh pelanggan adalah setiap kesempatan di mana pelanggan menghadapi merek dan produk dari pengalaman yang sebenarnya untuk komunikasi personal atau masa pengamatan)[5].
Dari teori tersebut disimpulkan bahwa CRM adalah suatu proses dalam mengelola suatu informasi pelanggan agar perusahaan dapat menaikkan tingkat loyalitas pelanggan ke perusahaan.
Lusch, Dunne dan Carver pun mengungkapkan bahwa :
CRM is comprised of an integrated information system where the fundamental unit of data collection is the customer, supplemented by relevant information about the customer (CRM terdiri dari suatu sistem informasi yang terintegrasi di mana unit dasar pengumpulan data pelanggan, dilengkapi dengan informasi yang relevan tentang pelanggan)”[6].
Dari teori ini dapat ditarik kesimpulan bahwa CRM terdiri dari sistem informasi yang berisi informasi-informasi yang sesuai dengan data pelanggan. Dalam hal ini perusahaan berkeyakinan bahwa dengan adanya hal tersebut, maka akan terjadi suatu hubungan yang erat dan harmonis serta akan memberikan keuntungan dari pihak perusahaan maupun pelanggan.
Menurut Sheth, Parvatiyar dan Shainesh (2002:6) yang dikutip oleh Eddy Soeryanto Soegoto mengungkapkan bahwa CRM adalah “pengelolaan dan pelaksanaan strategi yang terpadu dalam mendapatkan, mempertahankan, dan berteman dengan pelanggan selektif untuk menciptakan nilai yang superior bagi perusahaan dan pelanggan”[7].
Teori ini dapat disimpulkan bahwa CRM adalah sebuah seni dalam mengelola pelanggan supaya pelanggan menjadi percaya dan setia selalu dengan perusahaan serta CRM dapat menciptakan nilai bagi pelanggan dan juga perusahaan.
Menurut Sheth, Parvatiyar dan Shainesh (2002:6) yang dikutip oleh Eddy Soeryanto Soegoto menuliskan indikator yang terkait dengan CRM, terdapat tiga indikator antara lain:
1.        Continuity Marketing
2.        One to One Marketing
3.        Partnering Program [8].
Diperinci dari teori diatas mengenaiContinuity Marketing adalah pemberian pelayanan yang berkelanjutan untuk mengikat pelanggan, contohnya pemberian diskon khusus. Lalu, One to One Marketing adalah pendekatan secara individual berdasarkan pemenuhan, contohnya antara lain kemampuan menyelesaikan masalah, kesigapan, kesopanan, keramahan dan pemberian hadiah. Selanjutnya, Partnering Program adalah hubungan kerja sama perusahaan dengan perusahaan penyedia produk/jasa lain dalam mengikat pelanggan di luar lini produk perusahaan, baik yang berada di dalam maupun di luar perusahaan, contohnnya adalah melakukan kerja sama event promosi.
Johnston dan Marshall dalam bukunya Sales Force Management mengungkapkan bahwa:
“Relationship between organizations that result in strategic partnerships generally go through four stages: awereness, explorations, expansion, and commitment (Hubungan antara organisasi yang menghasilkan kemitraan strategis umumnya melalui empat tahap: kesadaran, eksplorasi, perluasan, dan komitmen)”[9].
Dari teori ini, dapat diartikan bahwa hubungan yang menghasilkan suatu kemitraan yang terjalin antara perusahaan dengan pelanggan adalah CRM, digambarkan bahwa CRM memiliki tahapan didalamnya, yakni kesadaran, eksplorasi, perluasan dan yang terakhir adalah komitmen.
Johnston dan Marshall juga mengungkapkan bahwa:
CRM enters the picture as a process that provides internal formalization for enabling successful customer marketing and one-to-one marketing. CRM has three majors objectives : (1) Customer retention (2) Customer acqusition (3) Customer profitability (CRM dapat digambarkan sebagai proses yang memberikan formalisasi internal yang memungkinkan mensukseskan pelanggan pemasaran dan one-to-one marketing. CRM memiliki tiga objek antara lain: (1) retensi pelanggan (2) perolehan pelanggan (3) profitabilitas pelanggan)[10].
Teori ini dapat disimpulkan bahwa CRM memiliki tiga objek antara lain, pertama retensi pelanggan adalah kemampuan untuk mempertahankan pelanggan dan menguntungkan, serta sebagai penyalur untuk mengembangkan bisnis yang menguntungkan. Kedua, perolehan pelanggan adalah akuisisi pelanggan yang tepat, berdasarkan diketahui atau dipelajari mengenai karakteristik, yang mendorong pertumbuhan dan meningkatkan margin. Ketiga, profitabilitas pelanggan adalah peningkatan margin pelanggan, sambil menawarkan produk yang tepat pada waktu yang tepat.
Menurut Clow dan Baack, dalam membuat program CRM membutuhkan empat langkah, antara lain :
1.        Mengidentifikasi pelanggan perusahaan
2.        Membedakan pelanggan dalam hal kebutuhan mereka dan nilai mereka kepada perusahaan yang menjual
3.        Berinteraksi dengan pelanggan dengan cara yang meningkatkan efisiensi biaya dan efektivitas kontak pelanggan
4.        Menyesuaikan beberapa aspek dari barang atau jasa yang ditawarkan kepada pelanggan[11].
Dari teori di atas, dapat diperinci mengenai empat langkah membuat program CRM. Langkah pertama dari CRM adalah untuk mengidentifikasi pelanggan perusahaan, ini dapat dicapai dengan menggunakan standar teknik pengumpulan data dan database perusahaan. Kedua, membedakan pelanggan dalam hal kebutuhan mereka dan nilai mereka kepada perusahaan yang menjual. Ada dua metrik CRM yang terlibat: (1) nilai seumur hidup pelanggan dan (2) bagian dari pelanggan.Nilai seumur hidup didasarkan pada gagasan bahwa pelanggan yang menghasilkan pendapatan sepanjang hidup mereka lebih berharga daripada mereka yang hanya membuat satu transaksi. Untuk menghitung nilai seumur hidup pelanggan, rata-rata jumlah kunjungan per tahun dikalikan dengan jumlah rata-rata uang yang dikeluarkan setiap kunjungan dikalikan dengan rentang hidup rata-rata pelanggan. Dari jumlah ini, mengurangi biaya akuisisi dan pelayanan pelanggan dan menambahkan nilai orang pelanggan ini merujuk oleh perusahaan ini. Angka akhir adalah nilai seumur hidup pelanggan. Prinsip yang mendasari CRM adalah bahwa beberapa pelanggan lebih berharga bagi perusahaan daripada yang lain dan dari waktu ke waktu jumlah uang yang dihabiskan pelanggan dengan peningkatan pada perusahaan. Bagi pelanggan berarti nilai potensial yang dapat ditambahkan ke nilai seumur hidup pelanggan yang diberikan. Ketiga, berinteraksi dengan pelanggan dengan cara yang meningkatkan efisiensi biaya dan efektivitas kontak pelanggan, sebuah perusahaan harus memberikan apa yang diinginkan pelanggan secara tepat waktu sehingga baik perusahaan maupun pelanggan tidak membuang-buang waktu mereka.Keempat, menyesuaikan beberapa aspek dari barang atau jasa yang ditawarkan kepada pelanggan, produk ini harus lebih memenuhi kebutuhan pelanggan, yang pada gilirannya penghargaan yang diterima oleh perusahaan adalah loyalitas jangka panjang dari pelanggan.
Johnston dan Marshall juga berpendapat mengenai beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari CRM, antara lain :
1.        Mengurangi biaya iklan
2.        Membuatnya lebih mudah untuk menargetkan pelanggan tertentu dengan berfokus pada kebutuhan mereka
3.        Membuatnya lebih mudah untuk melacak efektivitas promosi (komunikasi pemasaran) kampanye tertentu
4.        Memungkinkan organisasi untuk bersaing untuk pelanggan berdasarkan pelayanan, bukan harga
5.        Mencegah overspending pada klien-nilai rendah atau underspending pada yang bernilai tinggi
6.        Mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan memasarkan produk (siklus pemasaran)
7.        Meningkatkan menggunakan saluran pelanggan, sehingga membuat sebagian besar dari setiap kontak dengan pelanggan[12].
Pengaruh manajemen hubungan pelanggan (CRM) terhadap kepuasan pelanggan dikemukakan oleh David L. Kurtz menyatakan bahwa:
CRM is the combination of strategies  and technologies that empowers relationship programs, reorienting the entire organization to a concentrated focus on satisfying customers. (CRM adalah kombinasi strategi dan teknologi yang memberdayakan program hubungan, reorientasi seluruh organisasi untuk fokus terkonsentrasi pada memuaskan pelanggan)[13].
Teori ini disimpulkan bahwa CRM dirancang oleh perusahaan dengan mengkombinasikan penggunaan strategi dan teknologi agar perusahaan tertuju kepada cara untuk memuaskan pelanggan.
Selanjutnya, Robert W. Lucas menyatakan hal senada dengan David L. Kurtz tentang pengaruh CRM dengan kepuasan pelanggan, yakni sebagai berikut :
CRM is concept of identifying customer needs: understanding and influencing customer behavior through ongoing communication strategies in an effort to acquire, retain, and satisfy the customer. (CRM adalah konsep mengidentifikasi kebutuhan pelanggan: memahami dan mempengaruhi perilaku pelanggan melalui strategi komunikasi secara terus menerus dalam upaya untuk memperoleh, menyimpan, dan memuaskan pelanggan)[14].
Hawkins juga menyatakan bahwa:
CRM programs are increasingly common in American firms. The objective of such programs is to increase the satisfaction, commitment, and retention of key customers. (Program CRM semakin umum di perusahaan Amerika. Tujuan dari program tersebut adalah untuk meningkatkan kepuasan, komitmen, dan retensi pelanggan utama)[15].
Dari kedua teori diatas, dapat disimpulkan bahwa CRM dibangun sebagai sebuah konsep bagaimana cara perusahaan mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan dan tujuan akhir dari hal tersebut tentu dapat membangun kepuasan pelanggan yang berdampak pada kesinergisan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan pelanggan.
Phillip Kotler dan Gary Armstrong juga berpendapat mengenai hal tersebut, dimana mereka berpendapat bahwa:
CRM adalah keseluruhan proses membangun dan memelihara hubungan pelanggan yang menguntungkan dengan menghantarkan nilai dan kepuasan pelanggan yang unggul[16].
Francis Buttle menyatakan bahwa :
CRM dijalankan karena sistem ini dapat meningkatkan performa bisnis perusahaan dengan cara meningkatkan kepuasan pelanggan dan pada gilirannya menumbuhkan kesetiaan mereka[17].
Kedua teori di atas mengindikasikan bahwa perusahaan akan membuat suatu konsep yang berfokus kepada pelanggan yakni CRM, dengan penekanan untuk menciptakan suatu nilai pelanggan yang lebih dengan memberikan performa yang memuaskan dan hasil yang diharapkan dari proses tersebut berupa kepuasan pelanggan.
Bob Foster menyatakan bahwa :
Fokus dari CRM itu sendiri adalah untuk memperbaiki tingkat kepuasan pelanggan, meningkatkan loyalitas pelanggan, dan meningkatkan pendapatan dari pelanggan yang ada, dalam menghadapi tingginya tingkat persaingan, globalisasi dan perputaran pelanggan serta perkembangan biaya pengakuisisian pelanggan[18].
CRM adalah efektivitas bisnis yang bermanfaat untuk memberikan kepuasan pelanggan[19].
Dua teori diatas dapat disimpulkan bahwa cara perusahaan untuk tetap memenangkan persaingan dan unggul di mata pelanggan adalah dengan memberikan kepuasan kepada pelanggan secara maksimal, cara tersebut salah satunya dengan CRM. Dimana CRM sangat berfokus kepada pelanggan, dan tentu hal ini akan memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Beberapa teori diatas mengindikasikan bahwa manajemen hubungan pelanggan (CRM) yang telah dibangun oleh perusahaan terhadap pelanggan akan memiliki kemungkinan terhadap hasil yang akan dicapai oleh perusahaan yakni terciptanya kepuasan pelanggan terhadap perusahaan, atau dengan kata lain dapat diartikan bahwa pelanggan puas dengan perusahaan karena mereka memiliki hubungan yang erat dan berjangka lama dengan perusahaan tersebut.
Hubungan antara manajemen hubungan pelanggan (customer relationship management) dengan kepuasan pelanggan juga diperkuat dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Dr. Hamed Haghtalab, Maryam Ahrari dan Rasool Amirusefi (2011) yang berjudul “Survey Relationship Between Customer Relationship Management and Service Quality, Satisfaction and Loyalty (Case Study Mellat Bank – Iran)” dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara CRM dan kepuasan[20].
Sedangkan, diperkuat juga oleh penelitian yang dilakukan Hui-l Yao dan Kok Wei Khong (2012) yang berjudul “Customer Relationship Management: Is It Still Relavant to Commercial Banks in Taiwan?”, menyimpulkan bahwa terdapat frekuensi yang tinggi mengenai keterlibatan CRM dan hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kepuasan pelanggan[21].Sejalan dengan penelitian tersebut, Tauseef Ahmad, Omar A.A Jawabreh, Mahmoud Irsheid Al Afeef dan Alaa Almomani (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Impact of Customer Relationship Management of Hotel (A Case Study Umaid Bahwan)” menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada penerapan manajemen hubungan pelanggan pada kepuasan pelanggan Umaid Bahwan[22].
Dapat disimpulkan dari beberapa penelitian terdahulu, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara manajemen hubungan pelanggan (CRM) dengan kepuasan pelanggan.
Manajemen hubungan pelanggan (CRM) dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa CRM adalah suatu  rangkaian aktifitas perusahaan yang terkelola sebagai usaha untuk semakin  memahami, menarik perhatian, menciptakan pengetahuan pelanggan, membangun hubungan pelanggandan membentuk persepsi mereka tentang organisasi dan produk demi mencapai pertumbuhan  perusahaan.
CRM memiliki beberapa indikator yakni pertama,Continuity Marketing dengan sub indikator diskon khusus. Kedua, One to One Marketing dengan sub indikator kemampuan menyelesaikan masalah, kesigapan, kesopanan, keramahan dan pemberian hadiah. Ketiga, Partnering Program dengan sub indikator kerja sama event promosi.


[1]Loe E. Pelton, David Strutton dan James R. Lumpkin,Marketing Channels: A Relationship Management (New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2002),p.8
[2]Byron J.Finch,Operations Now: Profitability, Processes, Performance, Second Edition (New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2006),p.235
[3]Michael Levy, Barton A. Weitz dan Lauren Skinner Beitelspacher,Retailing Management, Eight Edition (New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2012),p.275
[4]Clow dan Baack,Integrated Advertising, Promotion, and Marketing Communications, Third Edition(New Jersey:Pearson Prentice Hall. 2007),p. 362
[5]Phillip Kotler dan Kevin Lane Keller, Marketing Management, 13th Edition (USA :Pearson Prentice Hall. 2009),p.173
[6]Robert F. Lusch, Patrick M. Dunne, dan James R. Carver,Introduction to Retailing, Seventh Edition(China :South Western. 2011),p. 526
[7]Eddy Soeryanto Soegoto,Marketing Research: The Smart Way to Solve a Problem. Cetakan ke-1  (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2008),p.59
[8]Ibid., p.59
[9]Mark W. Johnston dan Greg W. Marshall, Sales Force Management, Tenth Edition(New York: McGraw-Hill Companies Inc. 2011),p. 82
[10]Mark W. Johnston dan Greg W. Marshall, op.cit., p. 69
[11]Clow dan Baack,op.cit., p.360
[12]Mark W. Johnston dan Greg W. Marshall, op.cit., p. 69
[13]David L. Kurtz, op.cit., p.322
[14]Robert W. Lucas, op.cit .,p.344
[15]Hawkins, op.cit.,p.621
[16]Phillip Kotler dan Gary Armstrong, op.cit.,p.15
[17]Francis Buttle,op.cit.,p.28
[18]Bob Foster, Manajemen Ritel. (Bandung: Penerbit Alfabeta. 2008),p. 130
[19]Ibid.,p.130
[20]Hamed Haghtalab, Maryam Ahrari dan Rasool Amirusefi, “Survey Relationship Between Customer Relationship Management and Service Quality, Satisfaction and Loyalty (Case Study Mellat Bank)”, Interdisciplinary Journal of Contemporary Research In Business, Volume 3, Nomor 3, Oktober 2011, p. 439-448
[21]Hui-l Yao dan Kok Wei Khong, “Customer Relationship Management: Is It Still Relavant to Commercial Banks in Taiwan?”, International Journal of Business and Management, Volume 7, Nomor 1, January 2012, p. 151-160
[22]Tauseef Ahmad, Omar A.A Jawabreh, Mahmoud Irsheid Al Afeef dan Alaa Almomani,“Impact of Customer Relationship Management of Hotel (A Case Study Umaid Bahwan)”, Asian Journal of Finance and Accounting, Volume 4, Nomor 1, 2012, ISSN 1946-052X, p. 118-131

TEORI KEPUASAN PELANGGAN


Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan menurut Richard Gerson adalah “persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui”[1].Sedangkan, menurut Kotler dan Armstong mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan adalah “tingkatan dimana kinerja anggapan produk sesuai dengan ekspektasi pembeli”[2].
Berdasarkan kedua teori di atas, maka kepuasan pelanggan terletak pada ekspektasi pelanggan terhadap suatu produk. Pelanggan akan merasa puas jika produk yang mereka konsumsi sesuai dengan yang pelanggan inginkan akan produk tersebut.
Mowen dan Minor mendefiniskan kepuasan pelanggan adalah “sebagai keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang dan jasa setelah mereka memperoleh dan menggunakannya”[3]. Selanjutnya, Kotler mendefinisikan bahwa :
Satisfaction is a person’s feelings of pleasure or disappointment resulting from comparing a product’s perceived performance in relation to his or her expectation”. (Kepuasan adalah perasaan seseorang tentang kesenangan atau kekecewaan yang dihasilkan dari membandingkan kinerja produk yang dirasakan dengan harapannya)[4].
Baik Mowen, Minor dan Kotler menekankan bahwa kepuasan pelanggan terletak kepada sikap yang ditunjukkan oleh pelanggan pasca mereka menggunakan suatu produk, sikap itu bisa menunjukkan mereka senang atau mereka kecewa. Kesenangan pelanggan ini diindikasikan bahwa pelanggan puas, sebaliknya jika pelanggan kecewa bisa dikatakan bahwa mereka tidak puas.
Buttle mengatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah “respons berupa perasaan puas yang timbul karena pengalaman mengkonsumsi suatu produk atau layanan, atau sebagian kecil dari pengalaman itu”[5]. Sedangkan Lusch, Dunne dan Carver mengungkapkan “Customers satisfaction is determined by whether or not the total shopping experience has met or exceeded the customer’s expectation”(Kepuasan pelanggan ditentukan oleh pengalaman belanja total telah memenuhi atau melebihi harapan pelanggan)[6].
Kedua teori tersebut menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan bisa dilihat dari pengalaman pelanggan terhadap suatu produk. Pengalaman ini tentu pengalaman yang menyenangkan dan memberikan rasa puas yang bisa dirasakan oleh pelanggan.
Zeithaml, Bitner dan Gremler mengungkapkan bahwa:
“Satisfaction is the customer’s evaluation of a product or service in terms of whether that product or service has met the customer’s needs and expectations”. (Kepuasan adalah evaluasi pelanggan dari produk atau jasa dalam hal apakah suatu produk atau jasa telah memenuhi kebutuhan pelanggan dan harapan)[7].
Teori ini mengungkapkan bahwa kepuasan adalah ketika pelanggan melakukan penilaian terhadap produk yang sedang mereka konsumsi. Penilaian yang dilakukan bermuara kepada manfaat yang diberikan produk dan apakah manfaat yang ditawarkan itu bisa memenuhi hasrat kebutuhan pelanggan atau tidak.Selanjutnya, Berma dan Evans berpendapat mengenai kepuasan pelanggan. Menurut mereka :
Customer satisfaction occurs when the value and customer service provided through a retailling experience meet or exceed consumer expectations”. (Kepuasan pelanggan terjadi ketika nilai dan layanan pelanggan yang disediakan melalui pengalaman ritel memenuhi atau melebihi harapan konsumen)[8].
Teori ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan diibaratkan sebagai pertemuan antara nilai dan layanan pelanggan sehingga mencapai titik yang pas. Ketika terjadi pertemuan tersebut, maka pelanggan merasa puas.
Paul J. Peter dan Jerry C. Olson mengungkapkan tentang kepuasan pelanggan, yakni:
Consumer satisfaction as the degree to which a product or service provides a pleasureable level of consumption-related fulfillment. In other words, it is the degree to which a product’s performance exceeds the consumer’s expectation for it. (Kepuasan konsumen sebagai sejauh mana suatu produk atau jasa memberikan tingkat kesenangan akan konsumsi terkait pemenuhan kebutuhan. Dengan kata lain, sejauh mana kinerja produk melebihi harapan konsumen untuk itu)[9].
Teori ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan pelanggan terlihat ketika  pemenuhan kebutuhan pelanggan dengan cara mengkonsumsi atau menggunakan produk  menghasilkan kesenangan dan memenuhi kebutuhan pelanggan, serta memberikan manfaat lebih yang diterima oleh pelanggan.
Paul J. Peter dan Jerry C. Olson mengungkapkan bahwa:
In theory, if consumers are satisfied with a product, service, or brand, they will be more likely to continue to purchase it and tell others about their favorable experience with it. (Secara teori, jika konsumen merasa puas dengan produk, layanan, atau merek, mereka akan lebih cenderung untuk terus membeli dan memberitahu orang lain tentang pengalaman yang menguntungkan mereka dengan produk dengan tersebut)[10].
Gary Armstrong dan Phillip Kotler pun sependapat dengan Peter dan Olson. Pendapat mereka yakni :
Customer form expectations about the value and satisfaction that various market offerings will deliver and buy accordingly. Satisfied customers buy again and tell others about their good experience. (Pelanggan yang harapannya tentang nilai dan kepuasan mengenai berbagai macam pasar akan memesan dan membeli secara langsung. Pelanggan yang puas akan membeli lagi dan memberitahu orang lain tentang pengalaman baik mereka)[11].
Kedua teori diatas, menyatakan bahwa pelanggan yang puas terhadap suatu produk, dipastikan pelanggan itu akan melakukan pembelian ulang dan hal lain yang dilakukan oleh pelanggan puas ini adalah pemasaran dari mulut ke mulut mengenai pengalaman yang memuaskan dirinya.
Robert W. Lucas berpendapat bahwa:
“Satisfaction is a big factor for many customers in remaining loyal. In your own organization, your effort could be a deciding factor in customer ratings for the quality of service rendered”. (Kepuasan merupakan faktor utama bagi banyak pelanggan untuk tetap setia. Dalam organisasi anda sendiri, usaha anda bisa menjadi faktor penentu dalam peringkat pelanggan untuk kualitas layanan yang diberikan)[12].
Teori ini dapat diartikan bahwa kepuasan pelanggan disini adalah kunci pertama membuat pelanggan menjadi loyal atau setia untuk tetap menggunakan produk. Kepuasan pelanggan terletak kepada bagaimana sebuah perusahaan memberikan layanan yang maksimal dan berbeda dengan pesaing dalam memberikan layanan atau service kepada pelanggan sesuai harapan mereka.
Teori lain, menurut Dann dan Dann mengatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah :
Satisfaction is a major driver of customer retention and customer loyalty. Whilst some customers are purely price driven, most will base their purchase decision on the level to which the product satisfies their needs. (Kepuasan adalah penggerak utama retensi pelanggan dan loyalitas pelanggan. Sementara beberapa pelanggan yang murni menetapkan terdorongnya harga, sebagian besar akan mendasarkan keputusan pembelian mereka pada tingkat yang produk memenuhi kebutuhan mereka)[13].
Dari teori ini, kepuasan bisa membuat pelanggan menjadi loyal dan membuat pelanggan memiliki intensitas waktu yang lama untuk berhubungan dengan perusahaan. Dan ketika perusahaan menawakan harga yang sesuai bahkan bisa lebih murah maka pelanggan akan memiliki pengalaman menyenangkan terhadap perusahaan.
Hawkins berpendapat bahwa:
Creating satisfied customers, and thus future sales, requires that customers continue to believe that your brand meets their needs and offers superior value after they used it. You must deliver as much or more value than your customers initially expected, and it must be enough to satisfy their needs. Doing so requires an even greater understanding of consumer behavior.(Menciptakan pelanggan yang puas, dan dengan demikian penjualan masa depan, mengharuskan pelanggan tetap percaya bahwa merek memenuhi kebutuhan mereka dan menawarkan nilai terbaik setelah mereka menggunakannya. Kita harus memberikan nilai sebanyak-banyaknya atau lebih dari harapan awal pelanggan, dan itu harus cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membutuhkan pemahaman yang lebih besar tentang perilaku konsumen)[14].
Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menciptakan pelanggan yang puas, perusahaan harus memberikan nilai pelanggan yang maksimal sehingga harapan pelanggan dapar tercapai dan bahkan bisa melampaui harapan mereka. Dengan begitu, rasa puas yang dirasakan oleh pelanggan, akan terus tercipta dan perusahaan untuk menjaga hal tersebut, harus lebih paham dan mengerti kebutuhan dan harapan para pelanggan mereka.
Dalam mengukur kepuasan pelanggan David L. Kurtz berpendapat bahwa :
Satisfaction can be measured in terms of the gaps between what customers expect and what they perceived they have received. (Kepuasan dapat diukur dalam hal kesenjangan antara apa yang pelanggan harapkan dan apa yang mereka anggap telah mereka terima)”[15].
Teori diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan sesungguhnya bisa diukur, dengan melihat harapan pelanggan terhadap suatu produk dan bagaimana perusahaan memenuhi harapan tersebut. Jika memang hasil positif dan pelanggan merasa terpenuhi, maka bisa dikatakan bahwa pelanggan merasa puas.
Menurut  Valarie A. Zeithaml, Mary Jo Bitner, dan Dwayne D. Gremler berpendapat bahwa:
“Customer satisfaction is influenced by spesific product or service features, perception of product and service quality, and price”. (Kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh spesifik produk atau fitur layanan, persepsi kualitas produk dan pelayanan, dan harga)[16].
Teori tersebut disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan dapat dipengaruhi oleh spesifikasi produk atau fitur layanan, adanya persepsi terhadap suatu kualitas produk dan pelayanan serta bagaimana harga yang diberikan perusahaan terhadap produk tersebut.
Menurut John W. Mullins dan Orville C. Walker, JR. juga mengemukakan bahwa :
Measures of customer satisfaction should examine both (1) customers expectations and preferences concerning the various dimensions of product and service quality (such as product performance, features, reliability, on-time delivery. competence of service personnel, and so on). (2) their perceptions concerning how well the firm is meeting those expectations. any gaps where customer expectations exceed their recent experiences may indicate fruitful areas for the firm to work at improving customer value and satisfaction. (Mengukur kepuasan pelanggan harus memeriksa baik (1) harapan pelanggan dan preferensi mengenai berbagai dimensi kualitas produk dan layanan (seperti kinerja produk, fitur, kehandalan, pengiriman tepat waktu. kompetensi tenaga pelayanan, dan sebagainya). (2) persepsi mereka mengenai seberapa baik perusahaan yang memenuhi harapan mereka. setiap kesenjangan di mana harapan pelanggan melebihi pengalaman baru-baru ini mereka dapat menunjukkan daerah berbuah bagi perusahaan untuk bekerja untuk meningkatkan nilai pelanggan dan kepuasan)[17].
Dari pendapat diatas, mengenai pengukuran kepuasan pelanggan pada butir nomor satu, terdapat kata-kata mengenai dimensi kualitas produk dan  layanan. Secara terperinci dijelaskan mengenai dimensi tersebut. Pertama, dimensi kualitas produk. Beberapa indikator yang termasuk dalam dimensi kualitas produk antara lain :
1.        Fungsional kinerja (Functional performance)
2.        Daya tahan (Durability)
3.        Kesesuaian terhadap spesifikasi (Conformance to specifications)
4.        Fitur (Features)
5.        Keandalan (Reliability)
6.        Kemudahan untuk diperbaiki (Serviceability)
7.        Fit and finish
8.        Nama merek (Brand name)[18].
Kedua, dimensi layanan. Beberapa indikator yang termasuk dalam dimensi layanan antara lain:
1.        Wujud (Tangibles)
2.        Keandalan (Reliability)
3.        Daya Tanggap (Responsiveness)
4.        Jaminan (Assurance)
5.        Empati (Emphaty)[19].
Dimensi layanan diatas, disebutkan memiliki lima indikator. Indikator pertama yakni wujud (tangibles), terdiri dari fasilitas, peralatan, penampilan karyawan dan sarana komunikasi. Kedua yaitu keandalan (reliability), terdiri dari  kemampuan karyawan untuk melakukan layanan yang dijanjikan dan keakuratan. Ketiga, daya tanggap (responsiveness), terdiri dari kesediaan karyawan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat. Keempat, jaminan (assurance), terdiri dari pengetahuan, kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menyampaikan kepercayaan dan keyakinan. Terakhir adalah empati (emphaty), yang terdiri atas peduli terhadap pelanggan dan perhatian perusahaan kepada pelanggan.
Menurut Irawan (2002), salah satu pencetus Indonesia Customer Satisfaction Award (ICSA) dan penggagas ide Hari Pelanggan Nasional 2003, ada lima driver utama (faktor-faktor pendorong) yang membuat pelanggan merasa puas, yaitu:
1.        Kualitas produk
2.        Harga
3.        Kualitas layanan (service quality)
4.        Faktor emosional (Emotional factor)
5.        Berhubungan dengan biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk dan jasa[20].
Secara terperinci dijelaskan bahwa kualitas produk terdiri dari enam elemen antara lain performance, durability, feature, reliability, consistency, dan design. Kualitas layanan juga terdiri dari lima dimensi yakni reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible. Selain itu, faktor emosional adalah suatu keadaan ketika pelanggan puas terhadap produk tertentu karena produk tersebut memberikan emotional value yang terpancar dari citra merek yang baik.
Dann dan Dann berpendapat bahwa:
Customer loyalty is seen by Whitwell, Lukas and Doyle (2003) as being influenced by satisfaction with the quality of the value offering, which in turn is affected by five factors: (1) Realiability(2) Responsiveness (3) assurance(4) empathy (5) tangibles (Loyalitas pelanggan yang dilihat oleh Whitwell, Lukas dan Doyle (2003) sebagai yang dipengaruhi oleh kepuasan dengan kualitas menawarkan nilai, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh lima faktor: (1) Keandalan (2) Daya Tanggap(3) Jaminan(4) empati(5) wujud)[21].
Teori di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan dapat dipengaruhi oleh lima faktor. Pertama, keandalan adalah sejauh mana pelanggan dijanjikan dan bagaimana mampu untuk memberikan kinerja yang dijanjikan. Kedua adalah daya tanggap adalah suatu sikap yang mengacu pada kesediaan organisasi untuk pelanggan, dan untuk menyediakan layanan yang cepat dan berguna. Ketiga adalah jaminan, merupakan kepercayaan pelanggan memiliki karyawan dalam organisasi, dan kepercayaan yang muncul dari keyakinan bahwa organisasi tahu apa yang dilakukannya. Faktor keempat adalah empati, merupakan tingkat ke mana organisasi tersebut dianggap peduli tentang pelanggan individu. Faktor terakhir adalah wujud, merupakan elemen fisik menawarkan nilai, mulai dari produk hingga pelayanan karyawan atau fasilitas fisik organisasi.
O.C Ferrell dan Michael D. Hartline mengatakan bahwa ada beberapa hal yang pemasar bisa lakukan untuk mengelola kepuasan pelanggan dalam upaya pemasaran mereka, antara lain :
1.        Memahami apa yang bisa salah
2.        Fokus pada isu-isu terkendali
3.        Mengelola harapan pelanggan
4.        Menawarkan jaminan kepuasan
5.        Membuatnya mudah bagi pelanggan untuk mengeluh
6.        Membuat program hubungan
7.        Membuat pelanggan pengukuran kepuasan prioritas yang sedang berlangsung[22].
O.C Ferrell dan Michael D. Hartline juga mengungkapkan bahwa sepenuhnya pelanggan yang puas antara lain :
1.        Lebih mungkin untuk menjadi pelanggan setia atau bahkan menganjurkan bagi perusahaan
2.        Kurangnya kecenderungan untuk mengeksplorasi pemasok alternatif
3.        Kurang sensitif terhadap harga
4.        Kurangnya kecenderungan beralih ke pesaing
5.        Lebih mungkin untuk menyebarkan berita baik dari mulut ke mulut tentang perusahaan dan produk-produknya[23].
Dari berbagai pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah suatu perasaan senang yang langsung dirasakan oleh pelanggan ketika harapan pelanggan terhadap suatu produk terpenuhi atau bahkan melampaui harapan pelanggan. Ketika seorang pelanggan merasa puas maka pelanggan bisa melakukan pembelian ulang kembali bahkan pelanggan akan berbagi pengalaman yang menyenangkan kepada kerabat mereka atas hasil yang memuaskan dirinya setelah mengonsumsi produk tersebut.
Kepuasan pelanggan memiliki beberapa indikator antara lain pertama, wujud (Tangibles) dengan sub indikator fasilitas, peralatan, penampilan karyawan dan sarana komunikasi, kedua keandalan (Reliability) dengan sub indikator kemampuan untuk melakukan layanan yang dijanjikan dan akurat, ketiga daya Tanggap (Responsiveness) dengan sub indikator kesediaan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat, keempat jaminan (Assurance) dengan sub indikator pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menyampaikan kepercayaan dan keyakinan, dan kelima empati (Emphaty) dengan sub indikator peduli, perhatian perusahaan kepada pelanggan.


[1]Richard Gerson, Mengukur Kepuasan Pelanggan:Panduan Menciptakan Pelayanan Bermutu(Jakarta: Penerbit PPM. 2002),p.3
[2]Phillip Kotler dan Gary Armstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi Keduabelas, Jilid1 (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008),p.16
[3]John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen, Edisi Kelima, Jilid 2 (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002),p.89
[4]Phillip Kotler, et al. Marketing Management :An Asian Perspective, Fifth Edition (Jurong: Pearson Education South Asia. 2009),p.136
[5]FrancisButtle, Customer Relationship Management: Concept and Tools(Malang: Bayumedia Publishing. 2007),p.29
[6]Robert F. Lusch, Patrick M. Dunne, dan James R. Carver,Introduction to Retailing, Seventh Edition(China:South Western. 2011),p.72
[7]Valarie A.Zeithaml, Mary Jo Bitner, dan Dwayne D. Gremler,Services Marketing: Integrated Customer Focus Across the Firm, Fifth Edition (New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2009),p.104
[8]Barry Berman dan Joel R. Evans,Retail Management: A Strategic Approach, Tenth Edition (USA :Pearson Prentice Hall. 2007),p. 35.
[9]Paul J. Peter dan Jerry C. Olson, Consumer Behavior and Marketing Strategy, Ninth Edition (New York: McGraw-Hill Companies. 2010),p.387
[10]Ibid,p. 387
[11]GaryArmstrong  dan Phillip Kotler, Marketing: An Introduction, Ninth Edition(USA : Pearson Prentice Hall. 2009),p.8
[12]Robert W. Lucas,Customer Service: Skills For Success, Fifth Edition (New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2012),p.363
[13]Dann dan Dann, Competitive Marketing Strategy (Australia: Pearson Prentice Hall. 2007),p.80
[14]Hawkins,Consumer Behavior: Building Marketing Strategy, Eleventh Edition(New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010),p.23
[15]David L.Kurtz, Principle of Contemporary Marketing, 14th Edition(China: South Western: 2010),p.316
[16]Valarie A.Zeithaml, Mary Jo Bitner, dan Dwayne D. Gremler, op.cit., p. 105

[17]Mullins, John W. Dan Orville C. Walker, JR, Marketing Management: A Strategic Decision-Making Approach, Seventh Edition (New York: McGraw-Hill Companies Inc. 2010),p.450
[18]Ibid.,p.444
[19]Ibid.,p.445
[20]Suharto Abdul Majid, Customer Service dalam Bisnis Jasa Transportasi (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009),p. 48
[21]Dann dan Dann, op.cit., p.153
[22]O.C Ferrell dan Michael D. Hartline, Marketing Management Strategies, Fifth Edition (Canada: South Western, 2011),p.377
[23]Ibid.,p.385