Hakikat Kecerdasan Emosional
Menurut
Daniel Goleman Kedecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk menggali
perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemamapuan memotivasi diri
sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam
hubungan dengan orang lain. kecerdasan emosional mencakup kemampuan-kemampuan
yang berbeda, tetapi saling melengkapi, dengan kecerdasan akademik, yaitu
kemampuan-kemampuan kognitif yang diukur dengan IQ. Meskipun IQ tinggi, apabila
kecerdasan emosionalnya rendah tidak banyak membantu. Banyak orang yang cerdas,
dalam arti terpelajar, tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosi, ternyata
bekerja menjadi bawahan orang yang IQ-nya lebih rendah tetapi unggul dalam
keterampilan pengelolaan emosi atau kecerdasan emosionalnya.[1]
Kecerdasan
emosional bukanlah muncul dari pemikiran intelek yang jernih, tetapi dari
pekerjaan manusia. EQ bukanlah tentang trik-trik sebuah penjualan atau menata sebuah ruangan. EQ bukanlah
tentang memakai topeng kemunafikan atau penggunaan psikologi untuk
mengendalikan, mengeksploitasi, atau memanipulasi seseorang. Kata emosi bisa
secara sederhana didefinisikan menerapkan “gerakan”, baik secara metafora atau
harfiah, untuk mengeluarkan perasaan.
Kecerdasan
emosional yang memotivasi kita untuk mencari manfaat dan potensi unik kita,
mengaktifkan aspirasi dan nilai-nilai kita yang paling dalam, mengubahnya dari
apa yang kita pikirkan menjadi apa yang kita jalani. Emosi sejak lama memilki
kedalaman dan kekuatan sehingga dalam bahasa latin, misalnya, emosi dijelaskan
sebagai motus anima yang harfiahnya
“jiwa yang menggerakan kita”[2]
Pada kenyataannya, perasaan memberi kita informasi penting dan berpotensi
menguntungkan setiap saat. Umpan balik inilah dari hati bukan kepala yang
menyalakan kreativitas, membuat kita jujur pada diri kita, menjalin hubungan
yang saling mempercayai, memberikan panduan nurani bagi hidup dan karir,
menuntun kita pada kemungkinan yang tak terduga, dan malah dapat menyelamatkan
kita atau organisasi dari kehancuran.
Kecerdasan
emosional menuntut kita untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan pada
diri kita dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan
dengan efektif informasi dan energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan
sehari-hari. Definisi lengkapnya, Kecerdasan emosional adalah kemampuan
merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi
sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi.
Emosi
adalah sumber energi, pengaruh dan informasi yang bersifat batiniah. Emosi ,
entah yang bersifat baik atau yang buruk, sudah ada sejak lahir. Yang membedakan
hasilnya adalah apa yang kita perbuat dengan menggunakan informasi dan energi
dari situ. Belajar membedakan perasaan yang lebih dalam dari rangsangan
informasi yang menghujani anda setiap hari
merupakan persyaratan bila anda ingin menjadi seorang pemimpin. Bila
anda sudah sadar tentang keadaan emosi anda, berarti anda bisa menikmati
luwesnya respons anda.
Kecerdasan
emosinal adalah kemampuan mengindra, memahami dengan efektif menerapkan
kekuatan dan ketajaman emosi, sebagai sumber energi, informasi dan pengaruh.
Emosi manusia adalah wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri tersembunyi, dan
sensasi emosi. Apabila dipercayai dan dihormati, kecerdasan emosional
menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri
dan orang lain disekitar kita.[3]
Oxford
English Dicnitary mendefinisikan Emosi
sebagai “ setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu;
setiap keadaan mental yang hebat atau meluap – luap”. Daniel Goleman menganggap
emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran – pikiran khasnya, suatu keadaan
biologis dan psikologis, dan serangkaian untuk bertindak. Ada ratusan emosi
bersama dengan campuran, variasi, mutasi, dan nuansanya. Sejumlah teoritikus
mengelompokkan emosi dalam golongan – golongan besar yaitu :
a.
Amarah: beringas,
mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit,
tersinggung, bermusuhan, dan barangkali yang paling hebat, tindak
kekerasan dan kebencian patologis.
b.
Kesedihan: pedih,
sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus
asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.
c.
Rasa takut: cemas,
takut, gugup, khawatir, was-was perasaan takut sekali, waspada, sedih, tidak
tenang, ngeri, takut sekali, kecut, sebagai patologi, fobia dan panik.
d.
Kenikmatan: bahagia,
gembira, ringan, puas, riang senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi,
takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa,
senang sekali, dan batas ujungnya, maniak.
e.
Cinta:
penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,
hormat, kasmaran, kasih.
f.
Terkejut: terkejut,
terkesima, takjub, terpana.
g.
Jengkel: hina,
jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
Sebuah kerugian buta akan emosi
adalah sebagai contoh suatu pagi, karena kawatir Ian dan Tyrone akan
memukulinya, khalil membawa sepucuk pistol kaliber 0.38 ke sekolah dan lima
meter dari seorang penjaga sekolah, ia menembak kedua anak itu hingga tewas
dari jarak dekat di lorong sekolah. Peristiwa yang betul - betul mengerikan itu dapat dipakai sebagai
pertanda amat dibutuhkanya pelajaran dalam menangani emosi, menyelesaikan
pertengkaran secara damai, dan bergaul biasa.para pendidik, yang biasanya
mencemaskan nilai buruk anak – anak dalam bidang matematika dan membaca, mulai
menyadari bahwa ada kekurangan lain yang lebih mencemaskan: buta emosi dan
sementara usaha – usaha terpuji untuk meningkatkan standar akademis sedang dilakukan,
kekurangan baru dalam kurikulum sekolah yang baku.seperti yang dikemukakan oleh
salah seorang guru Brooklyn, sekarang ini tekanan yang diberikan kepada sekolah
mengisyaratkan kita lebih prihatin pada seberapa baik kemampuan anak membaca
dan menulis dari pada apakah mereka masih akan hidup minggu depan.[5]
Ekman berpendapat bahwa, secara
teknis memuncaknya emosi berlangsung amat singkat, hanya hitungan detik bukanya
dalam hitungan menit, jam, atau hari. Alasan Ekman adalah amatlah tidak baik bagi emosi menguasai
otak dan tubuh selama waktu yang panjang tanpa memperdulikan lingkungan yang
berubah. Apabila sebuah
emosi yang disebabkan oleh emosi tunggal mau tak mau berlangsung menguasai kita
setelah peristiwa itu berlalu dan tanpa mengingat hal lain yang terjadi
disekitar kita, berarti perasaan kita bukanlah panduan yang baik dalam
mengambil tindakan.agar emosi berlangsung lebih lama maka pemicunya tersebut
harus tetap dipertahankan, sehingga emosi tersebut dapat bertahan, seperti
apabila kita ditinggalkan orang yang kita cintai membuat kita berkabung terus.[6]
Keterampilan Emosional itu mencakup
kesadaran diri, mengidentifikasi, mengungkapkan dan
mengelola perasaan, mengendalikan dorongan hati dan menunda pemuasan, serta
menangani stres dan kecemasan. Sebuah kemampuan penting untuk mengendalikan
dorongan hati adalah mengetaui perbedaan
antara perasaan dan tindakan, dan belajar membuat keputusan emosional yang
lebih baik dengan terlebih dahulu mengendalikan dorongan untuk bertindak,
kemudian mengidentifikasi tindakan alternatif serta konsekuensi sebelum
bertindak. Bannyak keterampilan yang merupakan keterampilan antarpribadi :
membaca isyarat emosional dan sosisal, mendengarkan, mampu menahan pengaruh
buruk, menerima sudut pandang orang lain, dan memahami tingkahlaku mana yang
dapat diterima dalam situasi tertentu.[7]
Ciri ciri kecerdasan emosional
adalah kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan
menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan
kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak
melumpuhkan kemampuan berfikir; berempati dan berdoa.[8]
Salovey
menempatkan kecerdasan pribadi Gartner dalam definisi dasar ini menjadi lima
wilayah utama:
a. Mengenali emosi diri. Kesadaran diri
mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi yaitu kemampuan untuk memantau
perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan
pemahaman diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita sesungguhnya membuat
kita dalam kekuasaan perasaan. Orang yang yang memiliki keyakinan yang lebih
tentang perasaannya adalah pilot yang andal bagi kehidupan mereka, karena
mempunyai kepekaan lebih tinggi akan perasaan mereka yang sesunggunya atas
pengambilan-pengambilan keputusan masalah pribadi.
b. Mengelola emosi. Menangani perasaan agar perasaan dapat
terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri.
Kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan, atau
ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul karena gagalnya keterampilan
emosional dasar ini. Orang-orang yang buruk kemampuanya dalam keterampilan ini
akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang
pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan
kejatuhan dalam kehidupan.
c.
Memotivasi
diri sendiri. Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal
yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, memotivasi diri
sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional menahan diri terhadap
kepuasan dan mengendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan dalam
berbagai bidang. Mampu menyesuaikan diri dan memungkinkan terwujudkannya kinerja
yang tinggi dalam berbagai bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini
cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka
kerjakan.[9]
d.
Mengenali
emosi orang lain. Empati, kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran diri
emosional, merupakan “keterampilan bergaul” empati, biaya sosial akibat
ketidakpedulian secara emosional, dan alasan-alasan mengapa empati memupuk
altuisme. Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang
tersebembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang
lain. Orang-oarang seperti ini cocok untuk pekerjaan-pekerjaan keperawatan,
mengajar, penjualan, dan mmanajemen.
e.
Membina
hubungan. Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan
keterampilan mengelola emosi orang lain, karena ini merupakan keterampilan yang
menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antarpribadi.
Oranag-orang yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang apapun
yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain; mereka adalah
bintang-bintang pergaulan.[10]
Hatch dan Gardner mendefinisikan
empat komponen-komponen kecerdasan antar pribadi :
a.
Mengkoorganisir
kelompok, yaitu keterampilan esensial sseorang pemimpin, ini
menyangkut memprakarsai dan mengkoordinasi upaya menggerakkan orang.
b.
Merundingkan
pemecahan, bakat seorang mediator, yang mencegah konflik atau
menyelesaikan konflik-konflik yang meletup.
c.
Hubungan
pribadi, yaitu empati dan menjalin hubungan. Bakat ini memudahkan
untuk masuk kedalam lingkup pergaulan atau untuk mengenali dan merespon dengan
tepat akan perasaan dan keprihatinan orang lain.
d.
Analisis
sosial, mampu mendeteksi dan mempunyai pemahaman tentang perasaan,
motif, dan keprihatinan orang lain.
Penguasaan diri, yaitu kemampuan
untuk menghadapi badai emosional yang dibawa oleh sang nasib, dan bukannya
menjadi “budak nafsu”, telah dijunjung tinggi sejak zaman Plato. Kata yunani
kuno untuk kemampuan ini adalah soprhosyne,
“hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan; keseimbangan dan kebijaksanaan
yang terkendali”, sebagaiman diterjemahkan oleh Page Dubois, seorang pakar
Bahasa Yunani. Orang-orang Romawi dan gereja-gereja kuno menyebutnya temperantia, kendali diri, pengendalian
tindakan emosinal yang berlebihan. Tujuannya adalah keseimbangan emosi bukan
menekan emosi; setiap perasaan mempunyai nilai dan makna.[11]
Kemampuan berempati yaitu kemampuan
untuk mengetahui bagaiman perasaan orang lain, ikut berperan dalam pergulatan
arena kehidupan, mulai dari penjualan, manajemen, hingga asmara dan mendidik
anak, dari belas kasih hingga tindakan politik. Emosi jarang diungkapkan dengan
kata-kata; emosi jauh lebih sering diungkapakan dengan isyarat. Kunci untuk
memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan nonverbal: nada bicara,
gerak gerik,ekspresi wajah dan sebagainya.[12]
Ringkasan
keterampilan-keterampilan ini merupakan unsur-unsur untuk menajamkan kemampuan
antarpribadi, unsur-unsur pembentuk daya tarik , keberhasilan sosial, bahkan
karisma. Orang-orang yang terampil dalam kecerdasaan sosial dapat menjalin
hubungan dengan orang lain secara lancar, peka membaca reaksi dan perasaan
mereka, mampu memimpin dan mengorganisir, dan pintar menangani perselisihan
yang muncul dalam kegiatan manusia.[13]
Berikut ini
ada sebuah srtategi tiga langkah
untuk belajar mengelola energi emosi:
a.
Akui dan
rasakan emosi yang anda alami jangan anda sangkal atau tekan.
b.
Dengarkan informasi
atau umpan balik dibalik emosi yamg anda alami. Tannyakan kepada diri sendiri,
misalnya, “Prinsip, nilai, atau sasaran apa yang akan saya pertaruhkan disini”?
Untuk itu
sebagaimana kebugaran tubuh mengbangun kekuatan, stamina, dan keluwesan tubuh,
kebugaran emosi juga membangun sifat-sifat yang berhubungan dengan hati.
Kebugaran emosi memungkinkan anda menerapkan keterampilan kesadaran emosi ke
dalam praktek, mengembangkan keaslian dan sifat dapat dipercaya. Semua ini,
pada giliranya, memungkinkan anda memperluas lingkaran kepercayaan anda, yang
terbukti berkaitan dengan keuntungan dan keberhasilan. Melalui kebugaran emosi
pula anda mendapatkan inspirasi untuk meningkatkan kemampuan anda dan apabila
menjumpai kegagalan, anda lebih siap memaafkan diri sendiri dan orang lain[15]
Kebugaran
emosi mendukung antusiasme, keuletan, dan “keuletan” konstruktif yang sangat
tinggi dalam menghadapi tantangan dan perubahan,yang dapat menjadikan anda
“tangguh” memiliki kemampuan menyesuaikan emosi dan pikiran dalam menangani
tekanan dan masalah dengan cara lebih sehat, lebih terbuka, dan lebih jujur.
Melalui kebugaran emosi pula kita mulai menyoroti nilai-nilai dan sifat-sifat
pribadi kita yang paling dalam, dan perasaan-perasaan yang menghidupkan dan
menggerakkan sifat-sifat itu. Kita hidup dan bekerja dalam iklim moral yang
terus bergeser di penghujung abad kedua puluh, dan godaan untuk menyerah, untuk menuruti tuntutan atau keinginan orang lain, bisa
terasa sangat menyiksa[16]
Kebugaran jasmani sangat diperlukan oleh setiap guru pendidikan jasmani
di seakolah menengah pertama luar biasa tunagrahita supaya mampu memantau perubahan
emosi setiap saat dan dapat memberikan pembelajaran yang maksimal.
No comments :
Post a Comment