Tuesday, May 21, 2013

MAKALAH EVALUASI DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN


A.      PENDAHULUAN
Evaluasi merupakan subsistem yang sangat penting dan sangat di butuhkan dalam setiap sistem pendidikan, karena evaluasi dapat mencerminkan seberapa jauh perkembangan atau kemajuan hasil pendidikan. Dengan evaluasi, maka maju dan mundurnya kualitas pendidikan dapat diketahui, dan dengan evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk berubah menjadi lebih baik ke depan.
Tanpa evaluasi, kita tidak bisa mengetahui seberapa jauh keberhasilan siswa, dan tanpa evaluasi pula kita tidak akan ada perubahan menjadi lebih baik, maka dari itu secara umum evaluasi adalah suatu proses sistemik untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program.
Evaluasi pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau kuantitatif sesuai dengan standar tertentu. Hasilnya diperlukan untuk membuat berbagai putusan dalam bidang pendidikan dan pengajaran. [1]
Evaluasi berkaitan erat dengan pengukuran dan penilaian yang pada umumnya diartikan tidak berbeda (indifferent), walaupun pada hakekatnya berbeda satu dengan yang lain. Pengukuran (measurement) adalah proses membandingkan sesuatu melalui suatu kriteria baku (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran menjadi suatu nilai. Evaluasi meliputi kedua langkah di atas yakni mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan.
Evaluasi pendidikan memberikan manfaat baik bagi siswa/peserta pendidikan, pengajar maupun manajemen. Dengan adanya evaluasi, peserta didik dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah digapai selama mengikuti pendidikan. Pada kondisi dimana siswa mendapatkan nilai yang memuaskan maka akan memberikan dampak berupa suatu stimulus, motivator agar siswa dapat lebih meningkatkan prestasi. Pada kondisi dimana hasil yang dicapai tidak memuaskan maka siswa akan berusaha memperbaiki kegiatan belajar, namun demikian sangat diperlukan pemberian stimulus positif dari guru/pengajar agar siswa tidak putus asa. Dari sisi pendidik, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik (feed back) untuk menetapkan upaya-upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

B.       PEMBAHASAN
1.    Konsep Evaluasi Pendidikan
Davies mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses sederhana memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek dan masih banyak yang lain. Sedangkan Edwind Wandt dan Gerald W. Brown mengemukakan, evaluasi pendidikan merupakan suatu tindakan atau kegiatan atau proses untuk menentukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan. Atau singkatnya, evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.[2] Menurut Stufflebeam, Evaluasi pendidikan merupakan kegiatan pengumpulan kenyataan mengenai proses pembelajaran secara sistematis untuk menetapkan apakah terjadi perubahan terhadap peserta didik dan sejauh apakah perubahan tersebut mempengaruhi kehidupan peserta didik. artinya evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. [3]
 Hasil evaluasi tersebut dimanfaatkan untuk bahan pertimbangan dalam perbaikan, penambahan, atau pengembangan ke arah yang lebih efektif dan efisien serta berhasil guna.[4] Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi oleh Nana Sudjana, dengan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.[5]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nili sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan unjuk kerja, proses, orang, objek dan yang lainnya) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian. Untuk menetukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria, evaluator dapat langsung membandingkan dengan kriteria, namun dapat pula melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru membandingkannya dengan kriteria. Jadi evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur (pengukuran) baru melakukan proses menilai (penilaian) tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian saja.
Pengukuran lebih menekankan kepada proses penentuan kuantitas sesuatu melalui membandingkan dengan satuan ukuran tertentu. Sedangkan penilaian menekankan kepada proses pembuatan keputusan terhadap sesuatu ukuran baik-buruk yang bersifat kualitatif.[6] Dari batasan pengukuran dan penilaian yang telah diterangkan di atas, dapat diketahui adanya perbedaan yang nyata antara keduanya. Pengukuran dialkukan apabila penilaian membutuhkannya, bila kegiatan penilai tidak membutuhkan maka kegiatan pengukuran tidak perlu dilakukan. Hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif akan diolah dan dibandingkan dengan kriteria, hingga didapatkan hasil penilaian yang bersifat kualitatif.
Lalu, seperti kita ketahui bahwa program pendidikan terdiri dari berbagai jenis dan tingkat. Menurut jenisnya terdapat program pemerintah, program lembaga masyarakat, program orang tua, serta program peserta didik. Dari segi tingkatannya, program pemerintah bertingkat mulai dari pusat sampai ke ruang kelas. Karena itu membicarakan evaluasi pendidikan akan berkaitan dengan program pendidikan yang ada di berbagai jenis dan tingkat pendidikan.
Evaluasi program pendidikan di tingkat pusat sampai tingkat sekolah lebih banyak berkenaan dengan mekanisme pengelolaan dan biasanya tidak berkenaan dengan kegiatan interaksi langsung antara pendidik dan peserta didik. oleh karena itu, seringkali diistilahkan dengan penilaian program tingkat makro.
Sedangkan penilaian terhadap program di tingkat kelas yang pendidiknya langsung berinteraksi dengan peserta didik, biasanya disebut penilaian tingkat mikro. Namun demikian, pembagian ini hanya untuk memudahkan analisis dan tidaklah salah jika ada yang ingin mengkategorikan penilaian di tingkat kelas sebagai tingkat makro.
Tujuan penilaian di tingkat makro maupun mikro tetap, yaitu untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi program. yang selanjutnya dapat dipergunakan baik untuk tujuan pertanggungjawaban maupun untuk pengambilan berbagai keputusan khususnya di bidang perencanaan.
Pertanggungjawaban perlu diberikan secara periodik terhadap pihak atasan dan atau sponsor dari program. Dalam hal ini, pelaksana di ruang kelas bertanggung jawab kepada penanggung jawab program di tingkat sekolah. pemimpin sekolah bertanggung jawab kepada yang lebih atas lagi, dst. sampai akhirnya berupa pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat. Selain itu. karena pelaksana tingkat kelas dan sekolah berinteraksi langsung dengan peserta didik dan orang tua mereka, maka pertanggungjawaban dalam berbagai manifestasinya biasanya juga diberikan kepada murid dan orang tua mereka. Misalnya, dalam bentuk laporan kemajuan hasil belajar.
Begitu pula halnya dengan pengambilan keputusan. pada tingkat makro, keputusan yang diambil biasanya berkenaan dengan strategi dan pengelolaan pendidikan, sedangkan pada tingkat meso dan mikro adalah keputusan yang berkenaan dengan penyempurnaan proses belajar-mengajar. Baik pada tingkat makro, meso maupun mikro, keputusan untuk tujuan penyempurnaan dapat dilakukan bagi program yang masih berjalan maupun bagi siklus program berikutnya. perlu diketahui bahwa khusus dalam dunia pendidikan, penilaian terhadap satuan-satuan program yang lebih kecil, yang dilakukan dalam rangka pengendalian program lebih besar yang masih berjalan merupakan fungsi penilaian formatif. Sedangkan evaluasi yang dilakukan setelah keseluruhan program selesai merupakan fungsi penilaian sumatif.
Proses evaluasi akan menghasilkan informasi yang sangat penting dalam pengambilan keputusan. Di sini ada empat keputusan pendidikan yang perlu dipertimbangkan: (1) perencanaan keputusan yang terfokus pada perbaikan;[7] (2) pemrograman keputusan yang berkenaan dengan prosedur; personal, fasilitas, budget, dan waktu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan; (3) pelaksanaan keputusan yang mengarahkan kegiatan-kegiatan yang diprogram; (4) program perbaikan keputusan yang meliputi terminating, continuing, evolving atau modifying activities. Sehubungan dengan dengan jenis-jenis keputusan tersebut, maka perlu dipertimbangkan empat jenis strategi evaluasi, yakni: (1) evaluasi kebutuhan dan kelayakan; (2) evaluasi input atau masukan; (3) evaluasi proses; (4) evaluasi produk.[8]
Fungsi Evaluasi Pendidikan Sangat diperlukan dalam pendidikan antara lain memberi informasi yang dipakai sebagai dasar untuk :
a)    Membuat kebijaksanaan dan keputusan
b)   Menilai hasil yang dicapai para pelajar.
c)    Menilai kurikulum.
d)   Memberi kepercayaan kepada sekolah.
e)    Memonitor dana yang telah diberikan.
f)    Memperbaiki materi dan program pendidikan
Evaluasi sendiri memiliki beberapa prinsip dasar yaitu ;
a)    Evaluasi bertujuan membantu pemerintah dalam mencapai tujuan pembelajaran bagi masyarakat.
b)   Evaluasi adalah seni, tidak ada evaluasi yang sempurna, meski dilakukan dengan metode yang berbeda.
c)    Pelaku evaluasi atau evaluator tidak memberikan jawaban atas suatu pertanyaan tertentu. Evaluator tidak berwenang untuk memberikan rekomendasi terhadap keberlangsungan sebuah program. Evaluator hanya membantu memberikan alternatif.
d)   Penelitian evaluasi adalah tanggung jawab tim bukan perorangan.
e)    Evaluator tidak terikat pada satu sekolah demikian pula sebaliknya.
f)    Evaluasi adalah proses, jika diperlukan revisi maka lakukanlah revisi.
g)   Evaluasi memerlukan data yang akurat dan cukup, hingga perlu pengalaman untuk pendalaman metode penggalian informasi.
h)   Evaluasi akan mantap apabila dilkukan dengan instrumen dan teknik yang aplicable.
i)     Evaluator hendaknya mampu membedakan yang dimaksud dengan evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan evaluasi program.
j)     Evaluasi memberikan gambaran deskriptif yang jelas mengenai hubungan sebab akibat, bukan terpaku pada angka soalan tes.
k)   Dengan demikian dapat dimengerti bahwa sesungguhnya evaluasi adalah proses mengukur dan menilai terhadap suatu objek dengan menampilkan hubungan sebab akibat diantara faktor yang mempengaruhi objek tersebut.
2.    Pengembangan dengan Menyusun Rencana Induk Pengembangan (RIP)
Evaluasi yang telah dilakukan oleh penilai di dalam mengukur keberhasilan pencapaian tujuan perlu dikembangkan dan diadministrasikan. Data yang dihasilkan akan sangat berguna bagi pengambil keputusan dalam menentukan apakah program diteruskan dimodifikasi atau dihentikan.[9]
Rencana induk pengembangan sekolah merupakan suatu proses untuk menyusun langkah-langkah serta memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Sederhananya, RIP sekolahberisi tentang uraian kegiatan sekolah di masa depan dalam rangka melakukan perubahan guna pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah yang telah ditetapkan. Menurut Abdul Rachman Shaleh dkk.[10] RIP sekolah disusun dengan tujuan: (1) Menjamin agar perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil; (2) mendukung koordinasi antar-pelaku sekolah; (3) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi, baik antar-pelaku sekolah, antar-sekolah, dan kantor Dinas Pendidikan/Kementrian Agama, dan antar-waktu; (4) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencana, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; (5) mengoptimalkan partsispasi warga sekolah dan masyarakat; dan (6) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
Rencana induk pengembangan sekolah disusun secara sistemik, rasional, berbasis data dan informasi akurat serta sistematik dengan memperhatikan pada faktor peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal, memperhatikan kekuatan dan kelemahan internal, dan kemudian mencari dan menemukan strategi dan program-program untuk memanfaatkan peluang dan kekuatan yang dimiliki, mengatasi tantangan dan kelemahan yang ada, guna mencapai visi, perwujudan misi, tujuan dan sasaran yang dimiliki. Karena itu rencana induk pengembangan harus berorientasi ke masa depan dan secara jelas menjembatani antara kondisi saat ini yang dihadapi dan harapan yang ingin dicapai di masa depan.[11]
Adapun langkah-langkah dalam menyusun rencana induk pengembangan sekolah meliputi:
a) Melakukan evaluasi/potret diri (self assessment) atau school Review
b) Melakukan penyusunan profil sekolah
c) Perumusan visi
d) Perumusan misi
e) Merumuskan tujuan pengembangan
f) Menentukan arah dan sasaran pengembangan
g) Mengidentifikasi fungsi-fungsi komponen pendidikan
h) Melakukan analisis lingkungan strategis dan tantangan nyata
i) Melakukan analisis faktor-faktor keberhasilan (critical success factors)
j) Mengidentifikasi alternatif langkah-langkah pemecahan masalah
k)Menyusun rencana strategis dan rencana tindakan (action plans) serta program kerja sebagai strategi operasional.[12]
3.    Menerapkan Konsep Total Quality Management
TQM atau Total Quality Management adalah strategi manajemen yang ditujukan untuk menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi. Sesuai dengan definisi dari ISO, TQM adalah suatu pendekatan manajemen untuk suatu organisasi yang terpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta masyarakat. TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.
Untuk memudahkan pemahamannya, pengertian TQM dapat dibedakan dalam dua aspek. Aspek pertama menguraikan apa TQM itu dan aspek kedua membahas bagaimana cara mencapainya.Total Quality Management adalah sistem management yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh angggota organisasi.[13] Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.
Total quality approach hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik TQM berikut ini:
a)    Fokus pada pelanggan, baik internal maupun eksternal
b)   Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas
c)    Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
d)   Memiliki komitmen jangka panjang
e)    Membutuhkan kerjasama tim (teamwork)
f)    Memperbaiki proses secara berkesinambungan
g)   Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
h)   Memberikan kebebasan yang terkendali
i)     Memiliki kesatuan tujuan
j)     Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.[14]
Dalam makalah  ini kami akan mengemukakan beberapa pokok pikiran tentang peningkatan mutu pendidikan cara Deming. Konsep Deming ini memang bukan barang baru, namun masih memiliki greget untuk didiskusikan, terutama pada saat masyarakat Indonesia sedang mempertanyakan mengapa mutu pendidikan di Indonesia cenderung menurun?
Deming (1986) menyatakan bahwa implementasi konsep mutu dalam  sebuah organisasi memerlukan perubahan dalam filosofi yang ada di sekitar manajemen. Deming mengusulkan empat belas butir pemikiran yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas suatu organisasi juga dalam bidang pendidikan. Keempat belas butir pemikiran tersebut adalah:[15]
a)   Ciptakan Tujuan yang Mantap Demi Perbaikan Produk dan Jasa

Sekolah memerlukan adanya tujuan akhir yang mampu mengarahkan siswa 

menghadapi masa depan secara mantap. Jangan membuat siswa sekedar 
memiliki nilai bagus tetapi juga harus mampu membuat siswa memiliki kemauan belajar seumur hidup.
b)   Adopsi Filosofi Baru
Siswa berhak mendapatkan pembelajaran yang berkualitas. Dengan kata lain, mereka tidak lagi sebagai siswa yang pasif dan rela diperlakukan seburuk apapun tanpa dapat berkomentar.
c)   Hentikan Ketergantungan pada Inspeksi Masal
Dalam bidang pendidikan, evaluasi yang dilakukan jangan hanya pada saat ulangan umum ataupun ujian akhir, tetapi dilakukan setiap saat selama proses belajar mengajar berlangsung.
d)  Akhiri Kebiasaan Melakukan Hubungan Bisnis Hanya Berdasarkan Biaya

Dalam bidang pendidikan pernyataan di atas terutama dikaitkan dengan biaya 

pendidikan yang ada hubungannya dengan perbandingan junlah guru dan murid 
pada satu ruangan/kelas. Kelas besar memang akan membuat sekolah tersebut 
melakukan penghematan biaya, tetapi mutu yang dihasilkan tidak terjamin 
dan bukan tidak mungkin terjadi peningkatan biaya di bagian lain pada sistem 
tersebut.
e)   Perbaiki Sistem Produksi dan Jasa Secara Konstan dan Terus Menerus
Dalam bidang pendidikan seorang guru harus berpikir secara strategik agar siswa dapat menjalani proses belajar mengajar secara baik, sehingga memperoleh nilai yang baik pula. Guru jangan hanya berpikir bagaimana siswa mendapatkan nilai yang baik.
f)    Lembagakan Metode Pelatihan yang Modern di Tempat Kerja
Hal ini perlu dilakukan agar terdapat kesamaan dasar pengetahuan bagi semua anggota staf dalam suatu lembaga pendidikan. Setelah itu barulah guru dan administrator mengembangkan keahlian sesuai yang diperlukan bagi peningkatan profesionalitas.
g)   Lembagakan Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) berbeda dengan pemimpin (leader). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok dengan maksud mencapai suatu tujuan yang dinginkan bersama. Sedangkan pemimpin adalah seseorang atau sekelompok orang seperti kepala, komandan, ketua dan sebagainya. Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan itu adalah suatu proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan bersama. Artinya terjadi proses interaksi antara pemimpin, yang dipimpin, dan situasi.
h)   Hilangkan Rasa Takut
Perlu disadari bahwa rasa takut menghambat karyawan untuk mampu mengajukan pertanyaan, melaporkan masalah, atau menyatakan ide padahal itu semua perlu dilakukan untuk menghasilkan kinerja yang maksimum. Oleh karena itu para pelaku pendidikan hendaknya jangan menerapkan sistem imbalan dan hukuman kepada siswa karena akan menghambat berkembangnya motivasi internal dari siswa masing-masing.
i)     Pecahkan Hambatan di antara Area Staf
Hambatan antardepartemen fungsional berakibat menurunkan produktivitas. Hambatan ini dapat diatasi dengan mengembangkan kerjasama kelompok. Oleh karena itu para anggota staf harus bekerjasama dan memprioritaskan diri pada peningkatan kualitas.
j)     Hilangkan Slogan, Nasihat, dan Target untuk Tenaga Kerja
Perbaikan secara berkesinambungan sebagai sasaran umum harus menggantikan simbol-simbol kerja. Terlalu banyak menggunakan slogan dan terlalu berpatokan pada target dapat menimbulkan salah arah untuk pengembangan sistem yang baik. Tidak jarang patokan target akan lebih terfokus pada guru dan siswa daripada sistem secara keseluruhan.
k)   Hilangkan Kuota Numerik
Kuota cenderung mendorong orang untuk memfokuskan pada jumlah sering kali dengan mengorbankan mutu.
l)     Hilangkan Hambatan Terhadap Kebanggaan Diri atas Keberhasilan   Kerja
Kebanggaan diri atas hasil kerja yang dicapai perlu dimiliki oleh guru dan siswa. Adanya kebanggaan dalam diri membuat guru dan siswa bertanggungjawab atas tugas dan kewajiban yang disandangnya sehingga mereka dapat menjaga mutu.
m) Lembagakan Program Pendidikan dan Pelatihan yang Kokoh.
Hal ini berlaku bagi para pelaku pendidikan karena memiliki dampak langsung terhadap kualitas belajar siswa.
n)   Lakukan Tindakan Nyata/Contoh Nyata
Manajer harus menjadi ”lead manager”  bukan “boss manager”. Seorang “lead manager” akan berusaha mengkomunikasikan pandangannya, selalu berusaha mengembangkan kerjasama, meluangkan waktu dan tenaga untuk sistem sehingga dengan adanya contoh nyata, pekerja menyadari cara untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas.
Perlu kiranya kami cantumkan disini beberapa faktor yang dapat menyebabkan kegagalan TQM. Apabila suatu organisasi menerapkan TQM dengan cara sebagaimana mereka melaksanakan inovasi manajemen lainnya, atau bahkan bila mereka menganggap TQM sebagai obat mujarrab atau alat penyembuh yang cepat, amak usaha tersebut telah gagal semenjak awal. TQM merupakan suatu pendekatan baru dan menyeluruh yang membutuhkan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional, komitmen jangka panjang, kesatuan tujuan, dan pelatihan-pelatihan khusus.
Yang Selain karena usaha pelaksanaan yang setengah hati dan harapan-harapan yang tidak realistis, ada pula beberapa kesalahan yang secara umum dilakukan pada saat organisasi memulai inisiatif perbaikan kualitas. Beberapa  kesalahan yang sering dilakukan antara lain:
1)  Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manjemen senior. Pihak manajemenn harus terlibat secara langsung dalam pelaksanaan perbaikan kualitas secara berkesinambungan.
2)  Team mania. Penyelia dan karyawan harus memiliki pemahaman yang baik terhadap perannya masing-masing, perlu diadakan perubahan budaya organisasi.
3)  Proses penyebarluasan (deployment). Inisiatif pengembangan kualitas berbarengan dengan pengembangan rencana untuk yang disatukan dalam seluruh elemen organisasi.
4) Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis. Gunakan pendekatan yang dibutuhkan dan sesuai dengan program-program kualitas masing.
5) Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis.
6) Empowerment yang bersifat prematur. Karyawan senantiasa perlu diberi arahan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang jelas sehingga tidak melenceng dari jalurnya.[16]

4.    Tahapan Pengembangan Mutu
a)    Manajemen Mutu
Dalam rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb.
Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian /hasil/ (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai. Untuk mengetahui hasil prestasi yang dicapai oleh sekolah terutama yang  menyangkut aspek kemampuan akademik atau "kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya :NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri  dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.
Dalam rangka mengimplementasikan konsep manajemen peningkatan mutu yang berbasis sekolah ini, maka melalui partisipasi aktif dan dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memliki kepedulian terhadap pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :
1)   Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan keuangan.
2)   Melakukan evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.
3)   Berdasarkan analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya dan pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu tersebut.
4)   Berangkat dari visi, misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama dengan masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek (tahunan termasuk anggarannnya. Program tersebut memuat sejumlah program aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan nasional yang telah ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci pokok dari strategi perencanaan tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang.
b)   Pengendalian Mutu
1)   Teknik Kendali Mutu
Keberhasilan lembaga persekolahan dapat dilihat dari sudut dan tingkat kepuasan dari pelanggannya, yaitu pelanggan sekolah yang dikategorikan pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Hal ini memberikan arti bahwa ukuran sebuah keberhasilan sekolah dapat dilihat dari layanan yang diberikannya. Apakah layanan yang diberikan itu berada pada taraf yang sama atau sesuai dengan harapan pelanggan atau bahkan melebihi, seperti apa yang diharapkan oleh pelanggannya.
Gugus Kendali Mutu adalah salah satu teknik dalam upaya pengendalian mutu sekolah, di mana kelompok-kelompok personel sekolah melakukan kegiatan pengendalian dan peningkatan mutu secara teratur, sukarela dan berkesinambungan melalui penerapan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengendalian mutu. Selain teknik tersebut, dapat pula dilaksanakan teknik pengawasan mutu yang berdasarkan data seperti checklist, diagram, grafik, diagram sebab akibat, brainstorming, dan statistical process control.[17]
2)   Strategi Kendali Mutu
Pengendalian mutu dapat diartikan sebagai proses manajerial yang di dalamnya terkandung hal-hal (a) melakukan evaluasi terhadap kinerja nyata, (b) proses membandingkan kinerja nyata dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, dan (c) melakukan tindakan-tindakan/aksi-aksi atas perbedaan-perbedaan yang dapat ditemukan.
Dalam pelaksanaan pengendalian mutu, strategi pengendalian mutu ke arah peningkatan mutu pendidikan secara implementatif pengawasan/ pengendaliannya diarahkan pada optimalisasi komponen pendidikan. Tujuannya adalah mendorong kearah terciptanya situasi yang kondusif dalam meningkatkan mutu proses belajar mengajar. Komponen-komponen yang terkait dengan hal tersebut di atas adalah (a) komponen input manajemen, (b) komponen proses pendidikan, (c) komponen murid, dan (d) komponen hasil belajar.
c)    Peningkatan Mutu
Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan.
Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat dipergunakan berbagai  teori, perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai  kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah berada pada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini memberi konsekwensi bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.
Strategi ini berbeda dengan konsep mengenai pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama, birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah cenderung hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan Sekolah, dan harapan orang tua. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan sekolah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah ini memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di dalam pengambilan keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh birokrat pusat. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan yang tengah dikembangkan.
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979). Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii) sekolah memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat. Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah; kepala sekolah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan masyarakat dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang presentatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pendidikan yang berkualitas/bermutu bagi masyarakat.
Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama - sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain. Ada empat hal yang terkait dengan prinsip - prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i) perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus - menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan emosional. Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah, khususnya siswa. Jadi sekolah harus mengontrol semua semberdaya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal – hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan - tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.[18]
Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor - koridor tertentu antara lain sebagai berikut ;

1)   Sumber daya
Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk: (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
2)   Pertanggung-jawaban (accountability)
Sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
3)   Kurikulum
Berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;
a)    pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
b)    bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan       efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
c)    pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan       sebagai fenomena alamiah di sekolah.
Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.
4)   Personil sekolah
 sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya).  Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.[19]


C.    PENUTUP
Evaluasi menjadi hal yang penting dalam proses belajar mengajar, karena tanpa evaluasi akan susah sekali mengukur tingkat keberhasilannya. Evaluasi pendidikan merupakan proses yang sistematis dalam Mengukur tingkat kemajuan yang dicapai siswa, baik ditinjau dari norma tujuan maupun dari norma kelompok serta Menentukan apakah siswa mengalami kemajuan yang memuaskan kearah pencapaian tujuan pengajaran yang diharapkan.
Evaluasi telah memegang peranan penting dalam pendidikan antara lain memberi informasi yang dipakai sebagai dasar untuk: (1)membuat kebijaksanaan dan keputusan; (2) menilai hasil yang dicapai para pelajar; (3) menilai kurikulum; (4) memberi kepercayaan kepada sekolah; (5) memonitor dana yang telah diberikan; (6) memperbaiki materi dan program pendidikan. Evaluasi memegang peranan penting karena hasil evaluasi menentukan sejauh mana tujuan dapat dicapai. Dan sebuah hasil evaluasi diharapkan dapat membantu pengembangan, utamanya pengembangan ke arah peningkatan mutu pendidikan.
Pengembangan, yang di dalamnya ada peningkatan mutu, yang menjadi trend dunia pendidikan hari ini adalah dengan menggunakan Total Quality Management (TQM), di mana pendekatan manajemen yang digunakannya telah menunjukkan kemajuan berarti yang teruji di dalam pengaturan manajemen di berbagai lembaga dan perusahaan yang maju dan terkemuka.





DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi, Prof. Dr.: Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006)
Dimyati, Dr. dan Mudjiono, Drs.: Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Kerjasama Depdikbud dan PT Rineka Cipta, 2006)
Hamalik, Oemar, Prof. Dr.: Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Kerjasama Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dengan PT Remaja Rosdakarya, 2008)
http://www.pdk.go.id/, Drs. Umaedi, M.E,d Direktur Pendidikan Menengah Umum Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah Direktorat Pendidikan : manajemen peningkatan mutu Berbasis sekolah Sebuah pendekatan baru dalam pengelolaan sekolah Untuk peningkatan mutu menengah umum, April 1999
http://www.scribd.com/doc/24539571/evaluasi-pendidikan
Mukhtar, Prof. Dr. M.Pd. H. dan Iskandar, Dr. M.Pd.: Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009)
Sa’ud, Udin Syaefudin, M.Ed. Ph.D dan Makmun, Abin Syamsuddin, Prof. Dr. M.A.: Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif, (Bandung: Kerjasama PPs UPI dengan PT Remaja Rosdakarya, 2007)
Sudijono, Anas, Prof. Dr.: Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007)
Supardi, Drs. M.Pd dan Syah, Darwyan, Drs. M.Pd, M.Si.: Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Diadit Media, 2010)
Syafaruddin, Drs. M.Pd dan Nasutio, Irwan, Drs. M.Sc: Manajemen Pembelajaran, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005)
Tjiptono, Fandy dan Diana, Anastasia:  Total Quality Management (TQM), (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2003)
Vincent, Gaspersz: Penerapan TQME pada Perguruan Tinggi di Indonesia, (Jakarta:  Jurnal Pendidikan dan kebudayaan  Balitbang Diknas. Edisi  Mei 2001), tahun ke-7, No. 029
Wahyu, A. Dorothea, 1999. Manajemen Kualitas. Yogyakarta: Univ. Atma Jaya Yogyakarta






No comments :

Post a Comment