A.
PENDAHULUAN
Evaluasi
merupakan subsistem yang sangat penting dan sangat di butuhkan dalam setiap
sistem pendidikan, karena evaluasi dapat mencerminkan seberapa jauh
perkembangan atau kemajuan hasil pendidikan. Dengan evaluasi, maka maju dan
mundurnya kualitas pendidikan dapat diketahui, dan dengan evaluasi pula, kita
dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk berubah
menjadi lebih baik ke depan.
Tanpa
evaluasi, kita tidak bisa mengetahui seberapa jauh keberhasilan siswa, dan
tanpa evaluasi pula kita tidak akan ada perubahan menjadi lebih baik, maka dari
itu secara umum evaluasi adalah suatu proses sistemik untuk mengetahui tingkat
keberhasilan suatu program.
Evaluasi
pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi
data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau
menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau kuantitatif sesuai
dengan standar tertentu. Hasilnya diperlukan untuk membuat berbagai putusan
dalam bidang pendidikan dan pengajaran. [1]
Evaluasi berkaitan erat dengan
pengukuran dan penilaian yang pada umumnya diartikan tidak berbeda
(indifferent), walaupun pada hakekatnya berbeda satu dengan yang lain.
Pengukuran (measurement) adalah proses membandingkan sesuatu melalui suatu
kriteria baku (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat
kuantitatif. Penilaian adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran
menjadi suatu nilai. Evaluasi meliputi kedua langkah di atas yakni mengukur dan
menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan.
Evaluasi pendidikan memberikan manfaat
baik bagi siswa/peserta pendidikan, pengajar maupun manajemen. Dengan adanya
evaluasi, peserta didik dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah
digapai selama mengikuti pendidikan. Pada kondisi dimana siswa mendapatkan
nilai yang memuaskan maka akan memberikan dampak berupa suatu stimulus,
motivator agar siswa dapat lebih meningkatkan prestasi. Pada kondisi dimana
hasil yang dicapai tidak memuaskan maka siswa akan berusaha memperbaiki
kegiatan belajar, namun demikian sangat diperlukan pemberian stimulus positif
dari guru/pengajar agar siswa tidak putus asa. Dari sisi pendidik, hasil
evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik (feed back) untuk menetapkan upaya-upaya meningkatkan kualitas
pendidikan.
B.
PEMBAHASAN
1.
Konsep
Evaluasi Pendidikan
Davies mengatakan bahwa evaluasi
merupakan proses sederhana memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan,
kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek dan masih banyak yang
lain. Sedangkan Edwind Wandt dan Gerald W. Brown mengemukakan, evaluasi
pendidikan merupakan suatu tindakan atau kegiatan atau proses untuk menentukan
nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan. Atau singkatnya, evaluasi
pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan sehingga
dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.[2] Menurut Stufflebeam, Evaluasi
pendidikan merupakan kegiatan pengumpulan kenyataan mengenai proses
pembelajaran secara sistematis untuk menetapkan apakah terjadi perubahan
terhadap peserta didik dan sejauh apakah perubahan tersebut mempengaruhi
kehidupan peserta didik. artinya evaluasi adalah proses menggambarkan,
memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif
keputusan. [3]
Hasil evaluasi tersebut dimanfaatkan untuk
bahan pertimbangan dalam perbaikan, penambahan, atau pengembangan ke arah yang
lebih efektif dan efisien serta berhasil guna.[4] Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi oleh Nana Sudjana,
dengan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek
tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.[5]
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses
sistematis untuk menentukan nili sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan unjuk
kerja, proses, orang, objek dan yang lainnya) berdasarkan kriteria tertentu
melalui penilaian. Untuk menetukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan
dengan kriteria, evaluator dapat langsung membandingkan dengan kriteria, namun
dapat pula melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru
membandingkannya dengan kriteria. Jadi evaluasi tidak selalu melalui proses
mengukur (pengukuran) baru melakukan proses menilai (penilaian) tetapi dapat
pula evaluasi langsung melalui penilaian saja.
Pengukuran lebih menekankan
kepada proses penentuan kuantitas sesuatu melalui membandingkan dengan satuan
ukuran tertentu. Sedangkan penilaian menekankan kepada proses pembuatan
keputusan terhadap sesuatu ukuran baik-buruk yang bersifat kualitatif.[6] Dari batasan pengukuran dan penilaian yang telah
diterangkan di atas, dapat diketahui adanya perbedaan yang nyata antara
keduanya. Pengukuran dialkukan apabila penilaian membutuhkannya, bila kegiatan
penilai tidak membutuhkan maka kegiatan pengukuran tidak perlu dilakukan. Hasil
pengukuran yang bersifat kuantitatif akan diolah dan dibandingkan dengan
kriteria, hingga didapatkan hasil penilaian yang bersifat kualitatif.
Lalu, seperti kita ketahui bahwa
program pendidikan terdiri dari berbagai jenis dan tingkat. Menurut jenisnya terdapat program pemerintah,
program lembaga masyarakat, program orang tua, serta program
peserta didik. Dari segi tingkatannya, program pemerintah
bertingkat mulai dari pusat sampai ke ruang kelas. Karena
itu membicarakan evaluasi pendidikan akan berkaitan
dengan program pendidikan yang ada di berbagai jenis dan
tingkat pendidikan.
Evaluasi program pendidikan di
tingkat pusat sampai tingkat sekolah
lebih banyak berkenaan dengan mekanisme pengelolaan dan biasanya
tidak berkenaan dengan kegiatan interaksi langsung antara pendidik dan peserta didik. oleh karena itu, seringkali diistilahkan
dengan penilaian program tingkat makro.
Sedangkan penilaian terhadap
program di tingkat kelas yang pendidiknya
langsung berinteraksi dengan peserta didik, biasanya disebut
penilaian tingkat mikro. Namun demikian, pembagian ini hanya untuk memudahkan
analisis dan tidaklah salah jika ada yang ingin
mengkategorikan penilaian di tingkat kelas sebagai tingkat
makro.
Tujuan penilaian di tingkat
makro maupun mikro tetap, yaitu untuk
mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi program. yang
selanjutnya dapat dipergunakan baik untuk tujuan pertanggungjawaban
maupun untuk pengambilan berbagai keputusan khususnya di bidang perencanaan.
Pertanggungjawaban perlu
diberikan secara periodik terhadap pihak
atasan dan atau sponsor dari program. Dalam hal ini, pelaksana
di ruang kelas bertanggung jawab kepada penanggung jawab
program di tingkat sekolah. pemimpin sekolah bertanggung jawab
kepada yang lebih atas lagi, dst.
sampai akhirnya berupa pertanggungjawaban pemerintah
kepada rakyat. Selain itu. karena pelaksana tingkat kelas
dan sekolah berinteraksi langsung dengan peserta didik
dan orang tua mereka, maka pertanggungjawaban dalam berbagai
manifestasinya biasanya juga diberikan kepada murid dan
orang tua mereka. Misalnya, dalam bentuk laporan kemajuan
hasil belajar.
Begitu pula halnya dengan
pengambilan keputusan. pada tingkat makro,
keputusan yang diambil biasanya berkenaan dengan strategi dan pengelolaan pendidikan, sedangkan pada tingkat meso dan mikro adalah keputusan
yang berkenaan dengan penyempurnaan proses belajar-mengajar. Baik pada tingkat makro, meso maupun mikro,
keputusan untuk tujuan penyempurnaan dapat dilakukan bagi
program yang masih berjalan maupun bagi siklus program berikutnya.
perlu diketahui bahwa khusus dalam dunia pendidikan, penilaian
terhadap satuan-satuan program yang lebih kecil, yang dilakukan
dalam rangka pengendalian program lebih besar yang masih
berjalan merupakan fungsi penilaian formatif. Sedangkan evaluasi yang
dilakukan setelah keseluruhan program selesai merupakan fungsi penilaian
sumatif.
Proses evaluasi akan menghasilkan informasi
yang sangat penting dalam pengambilan keputusan. Di sini ada empat keputusan
pendidikan yang perlu dipertimbangkan: (1) perencanaan keputusan yang terfokus
pada perbaikan;[7] (2)
pemrograman keputusan yang berkenaan dengan prosedur; personal, fasilitas,
budget, dan waktu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan; (3) pelaksanaan
keputusan yang mengarahkan kegiatan-kegiatan yang diprogram; (4) program
perbaikan keputusan yang meliputi terminating,
continuing, evolving atau modifying
activities. Sehubungan dengan dengan jenis-jenis keputusan tersebut, maka
perlu dipertimbangkan empat jenis strategi evaluasi, yakni: (1) evaluasi
kebutuhan dan kelayakan; (2) evaluasi input atau masukan; (3) evaluasi proses;
(4) evaluasi produk.[8]
Fungsi Evaluasi Pendidikan Sangat diperlukan
dalam pendidikan antara lain memberi informasi yang dipakai sebagai dasar untuk
:
a) Membuat
kebijaksanaan dan keputusan
b) Menilai
hasil yang dicapai para pelajar.
c) Menilai
kurikulum.
d) Memberi
kepercayaan kepada sekolah.
e)
Memonitor dana yang
telah diberikan.
f)
Memperbaiki materi dan
program pendidikan
Evaluasi sendiri memiliki beberapa prinsip
dasar yaitu ;
a)
Evaluasi bertujuan membantu
pemerintah dalam mencapai tujuan pembelajaran bagi masyarakat.
b)
Evaluasi adalah seni, tidak ada
evaluasi yang sempurna, meski dilakukan dengan metode yang berbeda.
c)
Pelaku evaluasi atau evaluator
tidak memberikan jawaban atas suatu pertanyaan tertentu. Evaluator tidak berwenang
untuk memberikan rekomendasi terhadap keberlangsungan sebuah program. Evaluator
hanya membantu memberikan alternatif.
d)
Penelitian evaluasi adalah
tanggung jawab tim bukan perorangan.
e)
Evaluator tidak terikat pada satu
sekolah demikian pula sebaliknya.
f)
Evaluasi adalah proses, jika
diperlukan revisi maka lakukanlah revisi.
g)
Evaluasi memerlukan data yang
akurat dan cukup, hingga perlu pengalaman untuk pendalaman metode penggalian
informasi.
h)
Evaluasi akan mantap apabila
dilkukan dengan instrumen dan teknik yang aplicable.
i)
Evaluator
hendaknya mampu membedakan yang dimaksud dengan evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan evaluasi program.
j)
Evaluasi memberikan
gambaran deskriptif yang jelas mengenai
hubungan sebab akibat, bukan terpaku pada angka soalan
tes.
k)
Dengan demikian
dapat dimengerti bahwa sesungguhnya evaluasi adalah proses mengukur dan menilai terhadap suatu objek dengan menampilkan hubungan sebab akibat diantara faktor yang mempengaruhi objek tersebut.
2.
Pengembangan
dengan Menyusun Rencana Induk Pengembangan (RIP)
Evaluasi
yang telah dilakukan oleh penilai di dalam mengukur keberhasilan pencapaian
tujuan perlu dikembangkan dan diadministrasikan. Data yang dihasilkan akan
sangat berguna bagi pengambil keputusan dalam menentukan apakah program
diteruskan dimodifikasi atau dihentikan.[9]
Rencana induk pengembangan sekolah
merupakan suatu proses untuk menyusun langkah-langkah serta memperhitungkan
sumberdaya yang tersedia. Sederhananya, RIP sekolahberisi tentang uraian
kegiatan sekolah di masa depan dalam rangka melakukan perubahan guna pencapaian
visi, misi dan tujuan sekolah yang telah ditetapkan. Menurut Abdul Rachman
Shaleh dkk.[10] RIP
sekolah disusun dengan tujuan: (1) Menjamin agar perubahan/tujuan sekolah yang
telah ditetapkan dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko
yang kecil; (2) mendukung koordinasi antar-pelaku sekolah; (3) menjamin
terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi, baik antar-pelaku sekolah,
antar-sekolah, dan kantor Dinas Pendidikan/Kementrian Agama, dan antar-waktu;
(4) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencana, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan; (5) mengoptimalkan partsispasi warga sekolah dan
masyarakat; dan (6) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien,
efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
Rencana induk pengembangan sekolah
disusun secara sistemik, rasional, berbasis data dan informasi akurat serta
sistematik dengan memperhatikan pada faktor peluang dan ancaman dari lingkungan
eksternal, memperhatikan kekuatan dan kelemahan internal, dan kemudian mencari
dan menemukan strategi dan program-program untuk memanfaatkan peluang dan
kekuatan yang dimiliki, mengatasi tantangan dan kelemahan yang ada, guna
mencapai visi, perwujudan misi, tujuan dan sasaran yang dimiliki. Karena itu
rencana induk pengembangan harus berorientasi ke masa depan dan secara jelas
menjembatani antara kondisi saat ini yang dihadapi dan harapan yang ingin
dicapai di masa depan.[11]
Adapun langkah-langkah dalam menyusun
rencana induk pengembangan sekolah meliputi:
a)
Melakukan evaluasi/potret diri (self
assessment) atau school Review
b)
Melakukan penyusunan profil sekolah
c)
Perumusan visi
d)
Perumusan misi
e)
Merumuskan tujuan pengembangan
f)
Menentukan arah dan sasaran pengembangan
g)
Mengidentifikasi fungsi-fungsi komponen pendidikan
h)
Melakukan analisis lingkungan strategis dan tantangan nyata
i)
Melakukan analisis faktor-faktor keberhasilan (critical success factors)
j)
Mengidentifikasi alternatif langkah-langkah pemecahan masalah
k)Menyusun rencana strategis dan rencana
tindakan (action plans) serta program
kerja sebagai strategi operasional.[12]
3.
Menerapkan
Konsep Total Quality Management
TQM atau Total Quality Management adalah strategi
manajemen yang ditujukan untuk
menanamkan kesadaran kualitas
pada semua proses
dalam organisasi. Sesuai dengan
definisi dari ISO,
TQM adalah suatu pendekatan manajemen untuk suatu organisasi yang terpusat pada
kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk
kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan
untuk semua anggota dalam organisasi serta masyarakat. TQM merupakan suatu pendekatan dalam
menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi
melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungannya.
Untuk
memudahkan pemahamannya, pengertian TQM dapat dibedakan dalam dua aspek. Aspek
pertama menguraikan apa TQM itu dan aspek kedua membahas bagaimana cara
mencapainya.Total Quality Management adalah sistem management yang mengangkat
kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan
melibatkan seluruh angggota organisasi.[13]
Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha
yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus
menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.
Total
quality approach hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik TQM
berikut ini:
a) Fokus
pada pelanggan, baik internal maupun eksternal
b) Memiliki
obsesi yang tinggi terhadap kualitas
c) Menggunakan
pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
d) Memiliki
komitmen jangka panjang
e) Membutuhkan
kerjasama tim (teamwork)
f) Memperbaiki
proses secara berkesinambungan
g) Menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan
h) Memberikan
kebebasan yang terkendali
i) Memiliki
kesatuan tujuan
j)
Adanya keterlibatan dan
pemberdayaan karyawan.[14]
Dalam makalah ini kami akan mengemukakan beberapa
pokok pikiran tentang peningkatan mutu pendidikan cara Deming. Konsep
Deming ini memang bukan barang baru, namun masih memiliki greget
untuk didiskusikan, terutama pada saat masyarakat Indonesia sedang mempertanyakan
mengapa mutu pendidikan di Indonesia cenderung menurun?
Deming (1986) menyatakan
bahwa implementasi konsep mutu dalam
sebuah organisasi memerlukan perubahan dalam filosofi
yang ada di sekitar manajemen. Deming mengusulkan empat belas
butir pemikiran yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu dan
produktivitas suatu organisasi juga dalam bidang
pendidikan. Keempat belas butir pemikiran tersebut adalah:[15]
a)
Ciptakan Tujuan yang
Mantap Demi Perbaikan Produk dan Jasa
Sekolah memerlukan adanya tujuan akhir yang
mampu mengarahkan siswa
menghadapi
masa depan secara mantap. Jangan membuat siswa sekedar
memiliki
nilai bagus tetapi juga harus mampu membuat siswa memiliki kemauan belajar
seumur hidup.
b)
Adopsi Filosofi Baru
Siswa
berhak mendapatkan pembelajaran yang berkualitas. Dengan kata lain, mereka tidak lagi
sebagai siswa yang pasif dan rela diperlakukan seburuk apapun tanpa dapat berkomentar.
c)
Hentikan Ketergantungan
pada Inspeksi Masal
Dalam
bidang pendidikan, evaluasi yang dilakukan jangan hanya pada saat ulangan
umum ataupun ujian akhir, tetapi dilakukan setiap saat selama proses belajar
mengajar berlangsung.
d) Akhiri
Kebiasaan Melakukan Hubungan Bisnis Hanya Berdasarkan Biaya
Dalam
bidang pendidikan pernyataan di atas terutama dikaitkan dengan biaya
pendidikan
yang ada hubungannya dengan perbandingan junlah guru dan murid
pada
satu ruangan/kelas. Kelas besar memang akan membuat sekolah tersebut
melakukan
penghematan biaya, tetapi mutu yang dihasilkan tidak terjamin
dan
bukan tidak mungkin terjadi peningkatan biaya di bagian lain pada sistem
tersebut.
e)
Perbaiki Sistem Produksi
dan Jasa Secara Konstan dan Terus Menerus
Dalam
bidang pendidikan seorang guru harus berpikir secara strategik agar siswa dapat
menjalani proses belajar mengajar secara baik, sehingga memperoleh
nilai yang baik pula. Guru jangan hanya berpikir bagaimana siswa mendapatkan
nilai yang baik.
f)
Lembagakan Metode
Pelatihan yang Modern di Tempat Kerja
Hal
ini perlu dilakukan agar terdapat kesamaan dasar pengetahuan bagi semua anggota
staf dalam suatu lembaga pendidikan. Setelah itu barulah guru dan administrator
mengembangkan keahlian sesuai yang diperlukan bagi peningkatan
profesionalitas.
g)
Lembagakan Kepemimpinan
Kepemimpinan
(leadership) berbeda dengan pemimpin (leader). Kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok dengan maksud
mencapai suatu tujuan yang dinginkan bersama. Sedangkan pemimpin
adalah seseorang atau sekelompok orang seperti kepala, komandan, ketua
dan sebagainya. Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
itu adalah suatu proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau
kelompok dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan bersama. Artinya terjadi
proses interaksi antara pemimpin, yang dipimpin, dan situasi.
h)
Hilangkan Rasa Takut
Perlu
disadari bahwa rasa takut menghambat karyawan untuk mampu mengajukan
pertanyaan, melaporkan masalah, atau menyatakan ide padahal itu
semua perlu dilakukan untuk menghasilkan kinerja yang maksimum. Oleh karena
itu para pelaku pendidikan hendaknya jangan menerapkan sistem imbalan
dan hukuman kepada siswa karena akan menghambat berkembangnya motivasi internal
dari siswa masing-masing.
i)
Pecahkan Hambatan di
antara Area Staf
Hambatan
antardepartemen fungsional berakibat menurunkan produktivitas. Hambatan
ini dapat diatasi dengan mengembangkan kerjasama kelompok. Oleh
karena itu para anggota staf harus bekerjasama dan memprioritaskan diri
pada peningkatan kualitas.
j)
Hilangkan Slogan,
Nasihat, dan Target untuk Tenaga Kerja
Perbaikan
secara berkesinambungan sebagai sasaran umum harus menggantikan
simbol-simbol kerja. Terlalu banyak menggunakan slogan dan terlalu
berpatokan pada target dapat menimbulkan salah arah untuk pengembangan sistem
yang baik. Tidak jarang patokan target akan lebih terfokus pada guru dan siswa
daripada sistem secara keseluruhan.
k)
Hilangkan Kuota Numerik
Kuota
cenderung mendorong orang untuk memfokuskan pada jumlah sering kali
dengan mengorbankan mutu.
l)
Hilangkan Hambatan
Terhadap Kebanggaan Diri atas Keberhasilan Kerja
Kebanggaan diri atas
hasil kerja yang dicapai perlu dimiliki oleh guru dan siswa. Adanya kebanggaan dalam diri membuat guru dan siswa bertanggungjawab atas tugas dan kewajiban yang disandangnya
sehingga mereka dapat menjaga mutu.
m) Lembagakan
Program Pendidikan dan Pelatihan yang Kokoh.
Hal
ini berlaku bagi para pelaku pendidikan karena memiliki dampak langsung terhadap
kualitas belajar siswa.
n)
Lakukan Tindakan
Nyata/Contoh Nyata
Manajer harus menjadi
”lead manager” bukan “boss manager”.
Seorang “lead manager” akan berusaha mengkomunikasikan
pandangannya, selalu berusaha mengembangkan kerjasama,
meluangkan waktu dan tenaga untuk sistem sehingga dengan adanya
contoh nyata, pekerja menyadari cara untuk melakukan
pekerjaan yang berkualitas.
Perlu
kiranya kami cantumkan disini beberapa faktor yang dapat menyebabkan kegagalan
TQM. Apabila suatu organisasi menerapkan TQM dengan cara sebagaimana mereka
melaksanakan inovasi manajemen lainnya, atau bahkan bila mereka menganggap TQM
sebagai obat mujarrab atau alat penyembuh yang cepat, amak usaha tersebut telah
gagal semenjak awal. TQM merupakan suatu pendekatan baru dan menyeluruh yang
membutuhkan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional, komitmen
jangka panjang, kesatuan tujuan, dan pelatihan-pelatihan khusus.
Yang
Selain karena usaha pelaksanaan yang setengah hati dan harapan-harapan yang
tidak realistis, ada pula beberapa kesalahan yang secara umum dilakukan pada
saat organisasi memulai inisiatif perbaikan kualitas. Beberapa kesalahan yang sering dilakukan antara lain:
1) Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari
manjemen senior. Pihak manajemenn harus terlibat secara langsung dalam
pelaksanaan perbaikan kualitas secara berkesinambungan.
2) Team mania. Penyelia dan karyawan harus
memiliki pemahaman yang baik terhadap perannya masing-masing, perlu diadakan
perubahan budaya organisasi.
3) Proses penyebarluasan (deployment). Inisiatif pengembangan kualitas berbarengan dengan pengembangan
rencana untuk yang disatukan dalam seluruh elemen organisasi.
4)
Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis. Gunakan pendekatan yang
dibutuhkan dan sesuai dengan program-program kualitas masing.
5)
Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis.
6)
Empowerment yang bersifat prematur.
Karyawan senantiasa perlu diberi arahan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang
jelas sehingga tidak melenceng dari jalurnya.[16]
4.
Tahapan
Pengembangan Mutu
a) Manajemen
Mutu
Dalam
rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk
(hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun
yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini
mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses
pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar
(kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan
guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber
daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan
kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua
komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan
sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun
ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang
non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam
konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh
sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun,
2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil
pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya
ulangan umum, Ebta atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti
prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu
misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat
berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin,
keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb.
Antara
proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar
proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian /hasil/ (ouput)
harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan
dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses
harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata
lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya
pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai.
Untuk mengetahui hasil prestasi yang dicapai oleh sekolah terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau
"kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan
standar, misalnya :NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil
pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking)
maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah
sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan
untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal
ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan
skenario bagaimana mencapainya.
Dalam
rangka mengimplementasikan konsep manajemen peningkatan mutu yang berbasis
sekolah ini, maka melalui partisipasi aktif dan dinamis dari orang tua, siswa,
guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memliki kepedulian terhadap
pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :
1) Penyusunan
basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara
sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru,
staf), dan keuangan.
2) Melakukan
evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan
mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan
mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan
aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.
3) Berdasarkan
analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan
merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang
berkualitas bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional
yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan
identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana
siswa belajar, penyediaan sumber daya dan pengeloaan kurikulum termasuk
indikator pencapaian peningkatan mutu tersebut.
4) Berangkat
dari visi, misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama
dengan masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau
jangka pendek (tahunan termasuk anggarannnya. Program tersebut memuat sejumlah
program aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan nasional yang
telah ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci pokok dari strategi
perencanaan tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang.
b) Pengendalian
Mutu
1)
Teknik Kendali Mutu
Keberhasilan lembaga persekolahan dapat dilihat dari sudut dan tingkat
kepuasan dari pelanggannya, yaitu pelanggan sekolah yang dikategorikan
pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Hal ini memberikan arti bahwa
ukuran sebuah keberhasilan sekolah dapat dilihat dari layanan yang
diberikannya. Apakah layanan yang diberikan itu berada pada taraf yang sama
atau sesuai dengan harapan pelanggan atau bahkan melebihi, seperti apa yang
diharapkan oleh pelanggannya.
Gugus Kendali Mutu adalah salah satu teknik dalam upaya pengendalian
mutu sekolah, di mana kelompok-kelompok personel sekolah melakukan kegiatan
pengendalian dan peningkatan mutu secara teratur, sukarela dan berkesinambungan
melalui penerapan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengendalian mutu. Selain
teknik tersebut, dapat pula dilaksanakan teknik pengawasan mutu yang
berdasarkan data seperti checklist, diagram, grafik, diagram sebab akibat,
brainstorming, dan statistical process control.[17]
2)
Strategi Kendali Mutu
Pengendalian mutu dapat diartikan sebagai proses manajerial yang di
dalamnya terkandung hal-hal (a) melakukan evaluasi terhadap kinerja nyata, (b)
proses membandingkan kinerja nyata dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan,
dan (c) melakukan tindakan-tindakan/aksi-aksi atas perbedaan-perbedaan yang
dapat ditemukan.
Dalam pelaksanaan pengendalian mutu, strategi pengendalian mutu ke arah
peningkatan mutu pendidikan secara implementatif pengawasan/ pengendaliannya
diarahkan pada optimalisasi komponen pendidikan. Tujuannya adalah mendorong
kearah terciptanya situasi yang kondusif dalam meningkatkan mutu proses belajar
mengajar. Komponen-komponen yang terkait dengan hal tersebut di atas adalah (a)
komponen input manajemen, (b) komponen proses pendidikan, (c) komponen murid,
dan (d) komponen hasil belajar.
c) Peningkatan
Mutu
Bervariasinya kebutuhan siswa akan
belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan
profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah
dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan
tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada
keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon
dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan.
Ini memberi keyakinan bahwa di dalam
proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat
dipergunakan berbagai teori, perspektif
dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki
kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah berada pada pada bagian terdepan
dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini memberi konsekwensi bahwa sekolah
harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan
mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih
memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendukung
dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.
Strategi ini berbeda dengan konsep
mengenai pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama,
birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan
pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh
kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah cenderung hanya melaksanakan
kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar
siswa, lingkungan Sekolah, dan harapan orang tua. Pengalaman menunjukkan bahwa
sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi
kebutuhan sekolah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan di dalam proses
peningkatan mutu pendidikan. Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah ini
memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat rasional,
normatif dan pendekatan preskriptif di dalam pengambilan keputusan pandidikan
kepada suatu kesadaran akan kompleksnya pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan
dan organisasi yang mungkin tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh
birokrat pusat. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya pemikiran untuk
beralih kepada konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai
pendekatan baru di Indonesia, yang merupakan bagian dari desentralisasi
pendidikan yang tengah dikembangkan.
Manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih
menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan
oleh teori effective school yang
lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979).
Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara
lain sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii) sekolah
memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki
kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah
(kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v)
adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi)
adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik
dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu,
dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua
murid/masyarakat. Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan
kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya
dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum
yang telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut
adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah; kepala
sekolah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan masyarakat
dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang
melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah yang
bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang presentatif
dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah untuk
menyiapkan pendidikan yang berkualitas/bermutu bagi masyarakat.
Dalam pengimplementasian konsep ini,
sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan
permasalahan administrasi keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam
kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama -
sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur
skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional
bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan
masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai
koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di
dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap
proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan
kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah
itu sendiri maupun sekolah lain. Ada empat hal yang terkait dengan prinsip -
prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i) perhatian harus ditekankan kepada
proses dengan terus - menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu
harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh
melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus
menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief
bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan emosional. Sistem kompetisi
tersebut akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan
penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri
setiap personel sekolah, khususnya siswa. Jadi sekolah harus mengontrol semua
semberdaya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan
secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal – hal yang bermanfaat bagi
peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh
pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka
menjamin tujuan - tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang
berlingkup nasional.[18]
Dalam
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat
bekerja dalam koridor - koridor tertentu antara lain sebagai berikut ;
1) Sumber
daya
Sekolah
harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan
kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan
keuangan harus ditujukan untuk: (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan
mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk
proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis
dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
2) Pertanggung-jawaban
(accountability)
Sekolah
dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah.
Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan
orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk
meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang
telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin
untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap
sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada
orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara
komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses
peningkatan mutu.
3) Kurikulum
Berdasarkan
kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung
jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan
proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan
relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan
tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu
pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan
memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam
kegiatan ini yaitu;
a) pengembangan
kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
b) bagaimana mengembangkan keterampilan
pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin
secara efektif dan efisien dengan
memperhatikan sumber daya yang ada.
c) pengembangan
berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.
Untuk
melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test
yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek
kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini
akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak
mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya
mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu
pendidikan.
4) Personil
sekolah
sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses
rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan
struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf
lainnya). Sementara itu pembinaan
profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan
pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan
lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu
birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen
pendukung. Dalam konteks ini pengembangan profesioanl harus menunjang
peningkatan mutu dan pengharhaan terhadap prestasi perlu dikembangkan.
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada
sekolah untuk mengkontrol sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon
kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan
yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di
institusi yang dianggap tepat.[19]
C.
PENUTUP
Evaluasi menjadi hal yang penting dalam proses belajar
mengajar, karena tanpa evaluasi akan susah sekali mengukur tingkat
keberhasilannya. Evaluasi pendidikan merupakan proses yang sistematis dalam
Mengukur tingkat kemajuan yang dicapai siswa, baik ditinjau dari norma tujuan
maupun dari norma kelompok serta Menentukan apakah siswa mengalami kemajuan
yang memuaskan kearah pencapaian tujuan pengajaran yang diharapkan.
Evaluasi telah memegang peranan penting dalam
pendidikan antara lain memberi informasi yang dipakai sebagai dasar untuk: (1)membuat
kebijaksanaan dan keputusan; (2) menilai hasil yang dicapai para pelajar; (3) menilai
kurikulum; (4) memberi kepercayaan kepada sekolah; (5) memonitor dana yang
telah diberikan; (6) memperbaiki materi dan program pendidikan. Evaluasi
memegang peranan penting karena hasil evaluasi menentukan sejauh mana tujuan
dapat dicapai. Dan sebuah hasil evaluasi diharapkan dapat membantu pengembangan,
utamanya pengembangan ke arah peningkatan mutu pendidikan.
Pengembangan, yang di dalamnya ada peningkatan mutu,
yang menjadi trend dunia pendidikan hari ini adalah dengan menggunakan Total
Quality Management (TQM), di mana pendekatan manajemen yang digunakannya telah
menunjukkan kemajuan berarti yang teruji di dalam pengaturan manajemen di
berbagai lembaga dan perusahaan yang maju dan terkemuka.
DAFTAR
RUJUKAN
Arikunto,
Suharsimi, Prof. Dr.: Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006)
Dimyati,
Dr. dan Mudjiono, Drs.: Belajar dan
Pembelajaran, (Jakarta: Kerjasama Depdikbud dan PT Rineka Cipta, 2006)
Hamalik, Oemar,
Prof. Dr.: Manajemen Pengembangan
Kurikulum, (Bandung: Kerjasama Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia dengan PT Remaja Rosdakarya, 2008)
http://www.pdk.go.id/, Drs.
Umaedi, M.E,d Direktur Pendidikan Menengah Umum Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah Direktorat Pendidikan
: manajemen peningkatan mutu Berbasis
sekolah Sebuah pendekatan baru dalam pengelolaan sekolah Untuk peningkatan mutu
menengah umum, April 1999
http://www.scribd.com/doc/24539571/evaluasi-pendidikan
Mukhtar,
Prof. Dr. M.Pd. H. dan Iskandar, Dr. M.Pd.: Orientasi
Baru Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009)
Sa’ud,
Udin Syaefudin, M.Ed. Ph.D dan Makmun, Abin Syamsuddin, Prof. Dr. M.A.: Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan
Komprehensif, (Bandung: Kerjasama PPs UPI dengan PT Remaja Rosdakarya,
2007)
Sudijono,
Anas, Prof. Dr.: Pengantar Evaluasi
Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007)
Supardi,
Drs. M.Pd dan Syah, Darwyan, Drs. M.Pd, M.Si.: Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Diadit
Media, 2010)
Syafaruddin,
Drs. M.Pd dan Nasutio, Irwan, Drs. M.Sc: Manajemen
Pembelajaran, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005)
Tjiptono,
Fandy dan Diana, Anastasia: Total Quality Management (TQM), (Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2003)
Vincent,
Gaspersz: Penerapan TQME pada Perguruan
Tinggi di Indonesia, (Jakarta:
Jurnal Pendidikan dan kebudayaan Balitbang Diknas. Edisi Mei 2001), tahun ke-7, No. 029
Wahyu,
A. Dorothea, 1999. Manajemen Kualitas. Yogyakarta: Univ. Atma Jaya
Yogyakarta
No comments :
Post a Comment