Kepuasan
Pelanggan
Kepuasan
pelanggan menurut Richard Gerson adalah “persepsi pelanggan bahwa harapannya
telah terpenuhi atau terlampaui”[1].Sedangkan,
menurut Kotler dan Armstong mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan adalah
“tingkatan dimana kinerja anggapan produk sesuai dengan ekspektasi pembeli”[2].
Berdasarkan
kedua teori di atas, maka kepuasan pelanggan terletak pada ekspektasi pelanggan
terhadap suatu produk. Pelanggan akan merasa puas jika produk yang mereka
konsumsi sesuai dengan yang pelanggan inginkan akan produk tersebut.
Mowen dan Minor
mendefiniskan kepuasan pelanggan adalah “sebagai keseluruhan sikap yang
ditunjukkan konsumen atas barang dan jasa setelah mereka memperoleh dan
menggunakannya”[3].
Selanjutnya, Kotler mendefinisikan bahwa :
“Satisfaction is a person’s feelings of
pleasure or disappointment resulting from comparing a product’s perceived
performance in relation to his or her expectation”. (Kepuasan adalah
perasaan seseorang tentang kesenangan atau kekecewaan yang dihasilkan dari
membandingkan kinerja produk yang dirasakan dengan harapannya)[4].
Baik Mowen, Minor dan
Kotler menekankan bahwa kepuasan pelanggan terletak kepada sikap yang
ditunjukkan oleh pelanggan pasca mereka menggunakan suatu produk, sikap itu
bisa menunjukkan mereka senang atau mereka kecewa. Kesenangan pelanggan ini
diindikasikan bahwa pelanggan puas, sebaliknya jika pelanggan kecewa bisa
dikatakan bahwa mereka tidak puas.
Buttle mengatakan bahwa
kepuasan pelanggan adalah “respons berupa perasaan puas yang timbul karena
pengalaman mengkonsumsi suatu produk atau layanan, atau sebagian kecil dari
pengalaman itu”[5].
Sedangkan Lusch, Dunne dan Carver mengungkapkan “Customers satisfaction is determined by whether or not the total
shopping experience has met or exceeded the customer’s expectation”(Kepuasan
pelanggan ditentukan oleh pengalaman belanja total telah memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan)[6].
Kedua teori tersebut
menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan bisa dilihat dari pengalaman pelanggan
terhadap suatu produk. Pengalaman ini tentu pengalaman yang menyenangkan dan
memberikan rasa puas yang bisa dirasakan oleh pelanggan.
Zeithaml, Bitner dan
Gremler mengungkapkan bahwa:
“Satisfaction
is the customer’s evaluation of a product or service in terms of whether that
product or service has met the customer’s needs and expectations”.
(Kepuasan adalah evaluasi pelanggan dari produk atau jasa dalam hal apakah
suatu produk atau jasa telah memenuhi kebutuhan pelanggan dan harapan)[7].
Teori ini mengungkapkan
bahwa kepuasan adalah ketika pelanggan melakukan penilaian terhadap produk yang
sedang mereka konsumsi. Penilaian yang dilakukan bermuara kepada manfaat yang
diberikan produk dan apakah manfaat yang ditawarkan itu bisa memenuhi hasrat
kebutuhan pelanggan atau tidak.Selanjutnya, Berma dan Evans berpendapat
mengenai kepuasan pelanggan. Menurut mereka :
“Customer
satisfaction occurs when the value and customer service provided through a retailling
experience meet or exceed consumer expectations”. (Kepuasan pelanggan
terjadi ketika nilai dan layanan pelanggan yang disediakan melalui pengalaman
ritel memenuhi atau melebihi harapan konsumen)[8].
Teori ini dapat
disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan diibaratkan sebagai pertemuan antara nilai
dan layanan pelanggan sehingga mencapai titik yang pas. Ketika terjadi
pertemuan tersebut, maka pelanggan merasa puas.
Paul J. Peter dan Jerry
C. Olson mengungkapkan tentang kepuasan pelanggan, yakni:
Consumer
satisfaction as the degree to which a product or service provides a
pleasureable level of consumption-related fulfillment. In other words, it is
the degree to which a product’s performance exceeds the consumer’s expectation
for it. (Kepuasan konsumen sebagai sejauh mana
suatu produk atau jasa memberikan tingkat kesenangan akan konsumsi terkait
pemenuhan kebutuhan. Dengan kata lain, sejauh mana kinerja produk melebihi
harapan konsumen untuk itu)[9].
Teori ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa kepuasan pelanggan terlihat ketika pemenuhan kebutuhan pelanggan dengan cara
mengkonsumsi atau menggunakan produk
menghasilkan kesenangan dan memenuhi kebutuhan pelanggan, serta
memberikan manfaat lebih yang diterima oleh pelanggan.
Paul J. Peter dan Jerry
C. Olson mengungkapkan bahwa:
In
theory, if consumers are satisfied with a product, service, or brand, they will
be more likely to continue to purchase it and tell others about their favorable
experience with it. (Secara teori, jika konsumen
merasa puas dengan produk, layanan, atau merek, mereka akan lebih cenderung
untuk terus membeli dan memberitahu orang lain tentang pengalaman yang
menguntungkan mereka dengan produk dengan tersebut)[10].
Gary Armstrong dan
Phillip Kotler pun sependapat dengan Peter dan Olson. Pendapat mereka yakni :
Customer
form expectations about the value and satisfaction that various market
offerings will deliver and buy accordingly. Satisfied customers buy again and
tell others about their good experience. (Pelanggan
yang harapannya tentang nilai dan kepuasan mengenai berbagai macam pasar akan
memesan dan membeli secara langsung. Pelanggan yang puas akan membeli lagi dan
memberitahu orang lain tentang pengalaman baik mereka)[11].
Kedua teori diatas,
menyatakan bahwa pelanggan yang puas terhadap suatu produk, dipastikan
pelanggan itu akan melakukan pembelian ulang dan hal lain yang dilakukan oleh
pelanggan puas ini adalah pemasaran dari mulut ke mulut mengenai pengalaman
yang memuaskan dirinya.
Robert W. Lucas
berpendapat bahwa:
“Satisfaction
is a big factor for many customers in remaining loyal. In your own
organization, your effort could be a deciding factor in customer ratings for
the quality of service rendered”.
(Kepuasan merupakan faktor utama bagi banyak pelanggan untuk tetap setia. Dalam
organisasi anda sendiri, usaha anda bisa menjadi faktor penentu dalam peringkat
pelanggan untuk kualitas layanan yang diberikan)[12].
Teori ini dapat
diartikan bahwa kepuasan pelanggan disini adalah kunci pertama membuat
pelanggan menjadi loyal atau setia untuk tetap menggunakan produk. Kepuasan
pelanggan terletak kepada bagaimana sebuah perusahaan memberikan layanan yang
maksimal dan berbeda dengan pesaing dalam memberikan layanan atau service kepada pelanggan sesuai harapan
mereka.
Teori lain, menurut
Dann dan Dann mengatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah :
Satisfaction
is a major driver of customer retention and customer loyalty. Whilst some
customers are purely price driven, most will base their purchase decision on
the level to which the product satisfies their needs.
(Kepuasan adalah penggerak utama retensi pelanggan dan loyalitas pelanggan.
Sementara beberapa pelanggan yang murni menetapkan terdorongnya harga, sebagian
besar akan mendasarkan keputusan pembelian mereka pada tingkat yang produk
memenuhi kebutuhan mereka)[13].
Dari teori ini,
kepuasan bisa membuat pelanggan menjadi loyal dan membuat pelanggan memiliki
intensitas waktu yang lama untuk berhubungan dengan perusahaan. Dan ketika
perusahaan menawakan harga yang sesuai bahkan bisa lebih murah maka pelanggan
akan memiliki pengalaman menyenangkan terhadap perusahaan.
Hawkins berpendapat
bahwa:
Creating
satisfied customers, and thus future sales, requires that customers continue to
believe that your brand meets their needs and offers superior value after they
used it. You must deliver as much or more value than your customers initially
expected, and it must be enough to satisfy their needs. Doing so requires an
even greater understanding of consumer behavior.(Menciptakan
pelanggan yang puas, dan dengan demikian penjualan masa depan, mengharuskan
pelanggan tetap percaya bahwa merek memenuhi kebutuhan mereka dan menawarkan
nilai terbaik setelah mereka menggunakannya. Kita harus memberikan nilai
sebanyak-banyaknya atau lebih dari harapan awal pelanggan, dan itu harus cukup
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membutuhkan pemahaman yang lebih besar tentang
perilaku konsumen)[14].
Dari teori diatas dapat
disimpulkan bahwa untuk menciptakan pelanggan yang puas, perusahaan harus
memberikan nilai pelanggan yang maksimal sehingga harapan pelanggan dapar
tercapai dan bahkan bisa melampaui harapan mereka. Dengan begitu, rasa puas
yang dirasakan oleh pelanggan, akan terus tercipta dan perusahaan untuk menjaga
hal tersebut, harus lebih paham dan mengerti kebutuhan dan harapan para
pelanggan mereka.
Dalam mengukur kepuasan
pelanggan David L. Kurtz berpendapat bahwa :
“Satisfaction
can be measured in terms of the gaps between what customers expect and what
they perceived they have received. (Kepuasan dapat diukur dalam hal kesenjangan
antara apa yang pelanggan harapkan dan apa yang mereka anggap telah mereka
terima)”[15].
Teori diatas dapat
disimpulkan bahwa kepuasan sesungguhnya bisa diukur, dengan melihat harapan
pelanggan terhadap suatu produk dan bagaimana perusahaan memenuhi harapan
tersebut. Jika memang hasil positif dan pelanggan merasa terpenuhi, maka bisa
dikatakan bahwa pelanggan merasa puas.
Menurut Valarie A. Zeithaml, Mary Jo Bitner, dan
Dwayne D. Gremler berpendapat bahwa:
“Customer
satisfaction is influenced by spesific product or service features, perception
of product and service quality, and price”.
(Kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh spesifik produk atau fitur layanan,
persepsi kualitas produk dan pelayanan, dan harga)[16].
Teori tersebut
disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan dapat dipengaruhi oleh spesifikasi produk
atau fitur layanan, adanya persepsi terhadap suatu
kualitas produk dan pelayanan serta bagaimana harga yang diberikan perusahaan
terhadap produk tersebut.
Menurut John W. Mullins
dan Orville C. Walker, JR. juga mengemukakan bahwa :
Measures
of customer satisfaction should examine both (1) customers expectations and
preferences concerning the various dimensions of product and service quality
(such as product performance, features, reliability, on-time delivery.
competence of service personnel, and so on). (2) their perceptions concerning
how well the firm is meeting those expectations. any gaps where customer
expectations exceed their recent experiences may indicate fruitful areas for
the firm to work at improving customer value and satisfaction. (Mengukur
kepuasan pelanggan harus memeriksa baik (1) harapan pelanggan dan preferensi
mengenai berbagai dimensi kualitas produk dan layanan (seperti kinerja produk,
fitur, kehandalan, pengiriman tepat waktu. kompetensi tenaga pelayanan, dan
sebagainya). (2) persepsi mereka mengenai seberapa baik perusahaan yang
memenuhi harapan mereka. setiap kesenjangan di mana harapan pelanggan melebihi
pengalaman baru-baru ini mereka dapat menunjukkan daerah berbuah bagi
perusahaan untuk bekerja untuk meningkatkan nilai pelanggan dan kepuasan)[17].
Dari pendapat diatas,
mengenai pengukuran kepuasan pelanggan pada butir nomor satu, terdapat
kata-kata mengenai dimensi kualitas produk dan
layanan. Secara terperinci dijelaskan mengenai dimensi tersebut.
Pertama, dimensi kualitas produk. Beberapa indikator yang termasuk dalam
dimensi kualitas produk antara lain :
1.
Fungsional
kinerja (Functional performance)
2.
Daya tahan (Durability)
3.
Kesesuaian
terhadap spesifikasi (Conformance to
specifications)
4.
Fitur (Features)
5.
Keandalan (Reliability)
6.
Kemudahan
untuk diperbaiki (Serviceability)
7.
Fit and finish
8.
Nama merek (Brand name)[18].
Kedua, dimensi layanan.
Beberapa indikator yang termasuk dalam dimensi layanan antara lain:
1.
Wujud (Tangibles)
2.
Keandalan (Reliability)
3.
Daya Tanggap (Responsiveness)
4.
Jaminan (Assurance)
5.
Empati (Emphaty)[19].
Dimensi layanan diatas,
disebutkan memiliki lima indikator. Indikator pertama yakni wujud (tangibles), terdiri dari fasilitas,
peralatan, penampilan karyawan dan sarana komunikasi. Kedua yaitu keandalan (reliability), terdiri dari kemampuan karyawan untuk melakukan layanan
yang dijanjikan dan keakuratan. Ketiga, daya tanggap (responsiveness), terdiri dari kesediaan karyawan untuk membantu
pelanggan dan memberikan layanan yang cepat. Keempat, jaminan (assurance), terdiri dari pengetahuan,
kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menyampaikan kepercayaan dan
keyakinan. Terakhir adalah empati (emphaty), yang terdiri atas peduli terhadap
pelanggan dan perhatian perusahaan kepada pelanggan.
Menurut Irawan (2002),
salah satu pencetus Indonesia Customer Satisfaction Award (ICSA) dan penggagas
ide Hari Pelanggan Nasional 2003, ada lima driver
utama (faktor-faktor pendorong) yang membuat pelanggan merasa puas, yaitu:
1.
Kualitas produk
2.
Harga
3.
Kualitas
layanan (service quality)
4.
Faktor
emosional (Emotional factor)
5.
Berhubungan
dengan biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk dan jasa[20].
Secara terperinci
dijelaskan bahwa kualitas produk terdiri dari enam elemen antara lain performance, durability, feature,
reliability, consistency, dan design.
Kualitas layanan juga terdiri dari lima dimensi yakni reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible. Selain itu, faktor emosional
adalah suatu keadaan ketika pelanggan puas terhadap produk tertentu karena
produk tersebut memberikan emotional
value yang terpancar dari citra merek yang baik.
Dann dan Dann
berpendapat bahwa:
Customer
loyalty is seen by Whitwell, Lukas and Doyle (2003) as being influenced by
satisfaction with the quality of the value offering, which in turn is affected
by five factors: (1) Realiability(2) Responsiveness (3) assurance(4) empathy
(5) tangibles (Loyalitas pelanggan yang
dilihat oleh Whitwell, Lukas dan Doyle (2003) sebagai yang dipengaruhi oleh kepuasan
dengan kualitas menawarkan nilai, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh lima
faktor: (1) Keandalan (2) Daya Tanggap(3) Jaminan(4) empati(5) wujud)[21].
Teori di atas dapat
disimpulkan bahwa kepuasan dapat dipengaruhi oleh lima faktor. Pertama, keandalan
adalah sejauh mana pelanggan dijanjikan dan bagaimana mampu untuk memberikan
kinerja yang dijanjikan. Kedua adalah daya tanggap adalah suatu sikap yang
mengacu pada kesediaan organisasi untuk pelanggan, dan untuk menyediakan
layanan yang cepat dan berguna. Ketiga adalah jaminan, merupakan kepercayaan
pelanggan memiliki karyawan dalam organisasi, dan kepercayaan yang muncul dari
keyakinan bahwa organisasi tahu apa yang dilakukannya. Faktor keempat adalah
empati, merupakan tingkat ke mana organisasi tersebut dianggap peduli tentang
pelanggan individu. Faktor terakhir adalah wujud, merupakan elemen fisik
menawarkan nilai, mulai dari produk hingga pelayanan karyawan atau fasilitas
fisik organisasi.
O.C Ferrell dan Michael
D. Hartline mengatakan bahwa ada beberapa hal yang pemasar bisa lakukan untuk mengelola
kepuasan pelanggan dalam upaya pemasaran mereka, antara lain :
1.
Memahami apa
yang bisa salah
2.
Fokus pada
isu-isu terkendali
3.
Mengelola
harapan pelanggan
4.
Menawarkan
jaminan kepuasan
5.
Membuatnya
mudah bagi pelanggan untuk mengeluh
6.
Membuat
program hubungan
7.
Membuat
pelanggan pengukuran kepuasan prioritas yang sedang berlangsung[22].
O.C Ferrell dan Michael
D. Hartline juga mengungkapkan bahwa sepenuhnya pelanggan yang puas antara lain
:
1.
Lebih mungkin
untuk menjadi pelanggan setia atau bahkan menganjurkan bagi perusahaan
2.
Kurangnya
kecenderungan untuk mengeksplorasi pemasok alternatif
3.
Kurang
sensitif terhadap harga
4.
Kurangnya
kecenderungan beralih ke pesaing
5.
Lebih mungkin
untuk menyebarkan berita baik dari mulut ke mulut tentang perusahaan dan
produk-produknya[23].
Dari berbagai pendapat
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah suatu perasaan
senang yang langsung dirasakan oleh pelanggan ketika harapan pelanggan terhadap
suatu produk terpenuhi atau bahkan melampaui harapan pelanggan. Ketika seorang
pelanggan merasa puas maka pelanggan bisa melakukan pembelian ulang kembali
bahkan pelanggan akan berbagi pengalaman yang menyenangkan kepada kerabat
mereka atas hasil yang memuaskan dirinya setelah mengonsumsi produk tersebut.
Kepuasan pelanggan
memiliki beberapa indikator antara lain pertama, wujud (Tangibles) dengan sub indikator fasilitas, peralatan, penampilan
karyawan dan sarana komunikasi, kedua keandalan (Reliability) dengan sub indikator kemampuan untuk melakukan layanan
yang dijanjikan dan akurat, ketiga daya Tanggap (Responsiveness) dengan sub indikator kesediaan untuk membantu
pelanggan dan memberikan layanan yang cepat, keempat jaminan (Assurance) dengan sub indikator pengetahuan
dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menyampaikan kepercayaan dan
keyakinan, dan kelima empati (Emphaty)
dengan sub indikator peduli, perhatian perusahaan kepada pelanggan.
[1]Richard
Gerson, Mengukur Kepuasan
Pelanggan:Panduan Menciptakan Pelayanan Bermutu(Jakarta: Penerbit PPM. 2002),p.3
[2]Phillip
Kotler dan Gary Armstrong, Prinsip-Prinsip
Pemasaran, Edisi Keduabelas, Jilid1 (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008),p.16
[3]John
C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku
Konsumen, Edisi Kelima, Jilid 2 (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002),p.89
[4]Phillip
Kotler, et al. Marketing Management :An
Asian Perspective, Fifth Edition (Jurong: Pearson Education South Asia. 2009),p.136
[5]FrancisButtle, Customer Relationship Management: Concept
and Tools(Malang: Bayumedia Publishing. 2007),p.29
[6]Robert
F. Lusch, Patrick M. Dunne, dan James R. Carver,Introduction to Retailing, Seventh Edition(China:South Western.
2011),p.72
[7]Valarie
A.Zeithaml, Mary Jo Bitner, dan Dwayne D. Gremler,Services Marketing: Integrated Customer Focus Across the Firm, Fifth
Edition (New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2009),p.104
[8]Barry
Berman dan Joel R. Evans,Retail
Management: A Strategic Approach, Tenth Edition (USA :Pearson Prentice
Hall. 2007),p. 35.
[9]Paul J.
Peter dan Jerry C. Olson, Consumer
Behavior and Marketing Strategy, Ninth Edition (New York: McGraw-Hill
Companies. 2010),p.387
[10]Ibid,p.
387
[11]GaryArmstrong
dan Phillip Kotler, Marketing: An Introduction, Ninth Edition(USA : Pearson Prentice
Hall. 2009),p.8
[12]Robert W.
Lucas,Customer Service: Skills For Success,
Fifth Edition (New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2012),p.363
[13]Dann dan
Dann, Competitive Marketing Strategy (Australia:
Pearson Prentice Hall. 2007),p.80
[14]Hawkins,Consumer Behavior: Building Marketing
Strategy, Eleventh Edition(New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010),p.23
[15]David
L.Kurtz, Principle of Contemporary
Marketing, 14th Edition(China: South Western: 2010),p.316
[17]Mullins,
John W. Dan Orville C. Walker, JR, Marketing
Management: A Strategic Decision-Making Approach, Seventh Edition (New
York: McGraw-Hill Companies Inc. 2010),p.450
[19]Ibid.,p.445
[20]Suharto
Abdul Majid, Customer Service dalam
Bisnis Jasa Transportasi (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009),p. 48
[22]O.C
Ferrell dan Michael D. Hartline, Marketing
Management Strategies, Fifth Edition (Canada: South Western, 2011),p.377
No comments :
Post a Comment