Tuesday, May 21, 2013

TEORI KEPUASAN PELANGGAN


Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan menurut Richard Gerson adalah “persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui”[1].Sedangkan, menurut Kotler dan Armstong mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan adalah “tingkatan dimana kinerja anggapan produk sesuai dengan ekspektasi pembeli”[2].
Berdasarkan kedua teori di atas, maka kepuasan pelanggan terletak pada ekspektasi pelanggan terhadap suatu produk. Pelanggan akan merasa puas jika produk yang mereka konsumsi sesuai dengan yang pelanggan inginkan akan produk tersebut.
Mowen dan Minor mendefiniskan kepuasan pelanggan adalah “sebagai keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang dan jasa setelah mereka memperoleh dan menggunakannya”[3]. Selanjutnya, Kotler mendefinisikan bahwa :
Satisfaction is a person’s feelings of pleasure or disappointment resulting from comparing a product’s perceived performance in relation to his or her expectation”. (Kepuasan adalah perasaan seseorang tentang kesenangan atau kekecewaan yang dihasilkan dari membandingkan kinerja produk yang dirasakan dengan harapannya)[4].
Baik Mowen, Minor dan Kotler menekankan bahwa kepuasan pelanggan terletak kepada sikap yang ditunjukkan oleh pelanggan pasca mereka menggunakan suatu produk, sikap itu bisa menunjukkan mereka senang atau mereka kecewa. Kesenangan pelanggan ini diindikasikan bahwa pelanggan puas, sebaliknya jika pelanggan kecewa bisa dikatakan bahwa mereka tidak puas.
Buttle mengatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah “respons berupa perasaan puas yang timbul karena pengalaman mengkonsumsi suatu produk atau layanan, atau sebagian kecil dari pengalaman itu”[5]. Sedangkan Lusch, Dunne dan Carver mengungkapkan “Customers satisfaction is determined by whether or not the total shopping experience has met or exceeded the customer’s expectation”(Kepuasan pelanggan ditentukan oleh pengalaman belanja total telah memenuhi atau melebihi harapan pelanggan)[6].
Kedua teori tersebut menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan bisa dilihat dari pengalaman pelanggan terhadap suatu produk. Pengalaman ini tentu pengalaman yang menyenangkan dan memberikan rasa puas yang bisa dirasakan oleh pelanggan.
Zeithaml, Bitner dan Gremler mengungkapkan bahwa:
“Satisfaction is the customer’s evaluation of a product or service in terms of whether that product or service has met the customer’s needs and expectations”. (Kepuasan adalah evaluasi pelanggan dari produk atau jasa dalam hal apakah suatu produk atau jasa telah memenuhi kebutuhan pelanggan dan harapan)[7].
Teori ini mengungkapkan bahwa kepuasan adalah ketika pelanggan melakukan penilaian terhadap produk yang sedang mereka konsumsi. Penilaian yang dilakukan bermuara kepada manfaat yang diberikan produk dan apakah manfaat yang ditawarkan itu bisa memenuhi hasrat kebutuhan pelanggan atau tidak.Selanjutnya, Berma dan Evans berpendapat mengenai kepuasan pelanggan. Menurut mereka :
Customer satisfaction occurs when the value and customer service provided through a retailling experience meet or exceed consumer expectations”. (Kepuasan pelanggan terjadi ketika nilai dan layanan pelanggan yang disediakan melalui pengalaman ritel memenuhi atau melebihi harapan konsumen)[8].
Teori ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan diibaratkan sebagai pertemuan antara nilai dan layanan pelanggan sehingga mencapai titik yang pas. Ketika terjadi pertemuan tersebut, maka pelanggan merasa puas.
Paul J. Peter dan Jerry C. Olson mengungkapkan tentang kepuasan pelanggan, yakni:
Consumer satisfaction as the degree to which a product or service provides a pleasureable level of consumption-related fulfillment. In other words, it is the degree to which a product’s performance exceeds the consumer’s expectation for it. (Kepuasan konsumen sebagai sejauh mana suatu produk atau jasa memberikan tingkat kesenangan akan konsumsi terkait pemenuhan kebutuhan. Dengan kata lain, sejauh mana kinerja produk melebihi harapan konsumen untuk itu)[9].
Teori ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan pelanggan terlihat ketika  pemenuhan kebutuhan pelanggan dengan cara mengkonsumsi atau menggunakan produk  menghasilkan kesenangan dan memenuhi kebutuhan pelanggan, serta memberikan manfaat lebih yang diterima oleh pelanggan.
Paul J. Peter dan Jerry C. Olson mengungkapkan bahwa:
In theory, if consumers are satisfied with a product, service, or brand, they will be more likely to continue to purchase it and tell others about their favorable experience with it. (Secara teori, jika konsumen merasa puas dengan produk, layanan, atau merek, mereka akan lebih cenderung untuk terus membeli dan memberitahu orang lain tentang pengalaman yang menguntungkan mereka dengan produk dengan tersebut)[10].
Gary Armstrong dan Phillip Kotler pun sependapat dengan Peter dan Olson. Pendapat mereka yakni :
Customer form expectations about the value and satisfaction that various market offerings will deliver and buy accordingly. Satisfied customers buy again and tell others about their good experience. (Pelanggan yang harapannya tentang nilai dan kepuasan mengenai berbagai macam pasar akan memesan dan membeli secara langsung. Pelanggan yang puas akan membeli lagi dan memberitahu orang lain tentang pengalaman baik mereka)[11].
Kedua teori diatas, menyatakan bahwa pelanggan yang puas terhadap suatu produk, dipastikan pelanggan itu akan melakukan pembelian ulang dan hal lain yang dilakukan oleh pelanggan puas ini adalah pemasaran dari mulut ke mulut mengenai pengalaman yang memuaskan dirinya.
Robert W. Lucas berpendapat bahwa:
“Satisfaction is a big factor for many customers in remaining loyal. In your own organization, your effort could be a deciding factor in customer ratings for the quality of service rendered”. (Kepuasan merupakan faktor utama bagi banyak pelanggan untuk tetap setia. Dalam organisasi anda sendiri, usaha anda bisa menjadi faktor penentu dalam peringkat pelanggan untuk kualitas layanan yang diberikan)[12].
Teori ini dapat diartikan bahwa kepuasan pelanggan disini adalah kunci pertama membuat pelanggan menjadi loyal atau setia untuk tetap menggunakan produk. Kepuasan pelanggan terletak kepada bagaimana sebuah perusahaan memberikan layanan yang maksimal dan berbeda dengan pesaing dalam memberikan layanan atau service kepada pelanggan sesuai harapan mereka.
Teori lain, menurut Dann dan Dann mengatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah :
Satisfaction is a major driver of customer retention and customer loyalty. Whilst some customers are purely price driven, most will base their purchase decision on the level to which the product satisfies their needs. (Kepuasan adalah penggerak utama retensi pelanggan dan loyalitas pelanggan. Sementara beberapa pelanggan yang murni menetapkan terdorongnya harga, sebagian besar akan mendasarkan keputusan pembelian mereka pada tingkat yang produk memenuhi kebutuhan mereka)[13].
Dari teori ini, kepuasan bisa membuat pelanggan menjadi loyal dan membuat pelanggan memiliki intensitas waktu yang lama untuk berhubungan dengan perusahaan. Dan ketika perusahaan menawakan harga yang sesuai bahkan bisa lebih murah maka pelanggan akan memiliki pengalaman menyenangkan terhadap perusahaan.
Hawkins berpendapat bahwa:
Creating satisfied customers, and thus future sales, requires that customers continue to believe that your brand meets their needs and offers superior value after they used it. You must deliver as much or more value than your customers initially expected, and it must be enough to satisfy their needs. Doing so requires an even greater understanding of consumer behavior.(Menciptakan pelanggan yang puas, dan dengan demikian penjualan masa depan, mengharuskan pelanggan tetap percaya bahwa merek memenuhi kebutuhan mereka dan menawarkan nilai terbaik setelah mereka menggunakannya. Kita harus memberikan nilai sebanyak-banyaknya atau lebih dari harapan awal pelanggan, dan itu harus cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membutuhkan pemahaman yang lebih besar tentang perilaku konsumen)[14].
Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menciptakan pelanggan yang puas, perusahaan harus memberikan nilai pelanggan yang maksimal sehingga harapan pelanggan dapar tercapai dan bahkan bisa melampaui harapan mereka. Dengan begitu, rasa puas yang dirasakan oleh pelanggan, akan terus tercipta dan perusahaan untuk menjaga hal tersebut, harus lebih paham dan mengerti kebutuhan dan harapan para pelanggan mereka.
Dalam mengukur kepuasan pelanggan David L. Kurtz berpendapat bahwa :
Satisfaction can be measured in terms of the gaps between what customers expect and what they perceived they have received. (Kepuasan dapat diukur dalam hal kesenjangan antara apa yang pelanggan harapkan dan apa yang mereka anggap telah mereka terima)”[15].
Teori diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan sesungguhnya bisa diukur, dengan melihat harapan pelanggan terhadap suatu produk dan bagaimana perusahaan memenuhi harapan tersebut. Jika memang hasil positif dan pelanggan merasa terpenuhi, maka bisa dikatakan bahwa pelanggan merasa puas.
Menurut  Valarie A. Zeithaml, Mary Jo Bitner, dan Dwayne D. Gremler berpendapat bahwa:
“Customer satisfaction is influenced by spesific product or service features, perception of product and service quality, and price”. (Kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh spesifik produk atau fitur layanan, persepsi kualitas produk dan pelayanan, dan harga)[16].
Teori tersebut disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan dapat dipengaruhi oleh spesifikasi produk atau fitur layanan, adanya persepsi terhadap suatu kualitas produk dan pelayanan serta bagaimana harga yang diberikan perusahaan terhadap produk tersebut.
Menurut John W. Mullins dan Orville C. Walker, JR. juga mengemukakan bahwa :
Measures of customer satisfaction should examine both (1) customers expectations and preferences concerning the various dimensions of product and service quality (such as product performance, features, reliability, on-time delivery. competence of service personnel, and so on). (2) their perceptions concerning how well the firm is meeting those expectations. any gaps where customer expectations exceed their recent experiences may indicate fruitful areas for the firm to work at improving customer value and satisfaction. (Mengukur kepuasan pelanggan harus memeriksa baik (1) harapan pelanggan dan preferensi mengenai berbagai dimensi kualitas produk dan layanan (seperti kinerja produk, fitur, kehandalan, pengiriman tepat waktu. kompetensi tenaga pelayanan, dan sebagainya). (2) persepsi mereka mengenai seberapa baik perusahaan yang memenuhi harapan mereka. setiap kesenjangan di mana harapan pelanggan melebihi pengalaman baru-baru ini mereka dapat menunjukkan daerah berbuah bagi perusahaan untuk bekerja untuk meningkatkan nilai pelanggan dan kepuasan)[17].
Dari pendapat diatas, mengenai pengukuran kepuasan pelanggan pada butir nomor satu, terdapat kata-kata mengenai dimensi kualitas produk dan  layanan. Secara terperinci dijelaskan mengenai dimensi tersebut. Pertama, dimensi kualitas produk. Beberapa indikator yang termasuk dalam dimensi kualitas produk antara lain :
1.        Fungsional kinerja (Functional performance)
2.        Daya tahan (Durability)
3.        Kesesuaian terhadap spesifikasi (Conformance to specifications)
4.        Fitur (Features)
5.        Keandalan (Reliability)
6.        Kemudahan untuk diperbaiki (Serviceability)
7.        Fit and finish
8.        Nama merek (Brand name)[18].
Kedua, dimensi layanan. Beberapa indikator yang termasuk dalam dimensi layanan antara lain:
1.        Wujud (Tangibles)
2.        Keandalan (Reliability)
3.        Daya Tanggap (Responsiveness)
4.        Jaminan (Assurance)
5.        Empati (Emphaty)[19].
Dimensi layanan diatas, disebutkan memiliki lima indikator. Indikator pertama yakni wujud (tangibles), terdiri dari fasilitas, peralatan, penampilan karyawan dan sarana komunikasi. Kedua yaitu keandalan (reliability), terdiri dari  kemampuan karyawan untuk melakukan layanan yang dijanjikan dan keakuratan. Ketiga, daya tanggap (responsiveness), terdiri dari kesediaan karyawan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat. Keempat, jaminan (assurance), terdiri dari pengetahuan, kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menyampaikan kepercayaan dan keyakinan. Terakhir adalah empati (emphaty), yang terdiri atas peduli terhadap pelanggan dan perhatian perusahaan kepada pelanggan.
Menurut Irawan (2002), salah satu pencetus Indonesia Customer Satisfaction Award (ICSA) dan penggagas ide Hari Pelanggan Nasional 2003, ada lima driver utama (faktor-faktor pendorong) yang membuat pelanggan merasa puas, yaitu:
1.        Kualitas produk
2.        Harga
3.        Kualitas layanan (service quality)
4.        Faktor emosional (Emotional factor)
5.        Berhubungan dengan biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk dan jasa[20].
Secara terperinci dijelaskan bahwa kualitas produk terdiri dari enam elemen antara lain performance, durability, feature, reliability, consistency, dan design. Kualitas layanan juga terdiri dari lima dimensi yakni reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible. Selain itu, faktor emosional adalah suatu keadaan ketika pelanggan puas terhadap produk tertentu karena produk tersebut memberikan emotional value yang terpancar dari citra merek yang baik.
Dann dan Dann berpendapat bahwa:
Customer loyalty is seen by Whitwell, Lukas and Doyle (2003) as being influenced by satisfaction with the quality of the value offering, which in turn is affected by five factors: (1) Realiability(2) Responsiveness (3) assurance(4) empathy (5) tangibles (Loyalitas pelanggan yang dilihat oleh Whitwell, Lukas dan Doyle (2003) sebagai yang dipengaruhi oleh kepuasan dengan kualitas menawarkan nilai, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh lima faktor: (1) Keandalan (2) Daya Tanggap(3) Jaminan(4) empati(5) wujud)[21].
Teori di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan dapat dipengaruhi oleh lima faktor. Pertama, keandalan adalah sejauh mana pelanggan dijanjikan dan bagaimana mampu untuk memberikan kinerja yang dijanjikan. Kedua adalah daya tanggap adalah suatu sikap yang mengacu pada kesediaan organisasi untuk pelanggan, dan untuk menyediakan layanan yang cepat dan berguna. Ketiga adalah jaminan, merupakan kepercayaan pelanggan memiliki karyawan dalam organisasi, dan kepercayaan yang muncul dari keyakinan bahwa organisasi tahu apa yang dilakukannya. Faktor keempat adalah empati, merupakan tingkat ke mana organisasi tersebut dianggap peduli tentang pelanggan individu. Faktor terakhir adalah wujud, merupakan elemen fisik menawarkan nilai, mulai dari produk hingga pelayanan karyawan atau fasilitas fisik organisasi.
O.C Ferrell dan Michael D. Hartline mengatakan bahwa ada beberapa hal yang pemasar bisa lakukan untuk mengelola kepuasan pelanggan dalam upaya pemasaran mereka, antara lain :
1.        Memahami apa yang bisa salah
2.        Fokus pada isu-isu terkendali
3.        Mengelola harapan pelanggan
4.        Menawarkan jaminan kepuasan
5.        Membuatnya mudah bagi pelanggan untuk mengeluh
6.        Membuat program hubungan
7.        Membuat pelanggan pengukuran kepuasan prioritas yang sedang berlangsung[22].
O.C Ferrell dan Michael D. Hartline juga mengungkapkan bahwa sepenuhnya pelanggan yang puas antara lain :
1.        Lebih mungkin untuk menjadi pelanggan setia atau bahkan menganjurkan bagi perusahaan
2.        Kurangnya kecenderungan untuk mengeksplorasi pemasok alternatif
3.        Kurang sensitif terhadap harga
4.        Kurangnya kecenderungan beralih ke pesaing
5.        Lebih mungkin untuk menyebarkan berita baik dari mulut ke mulut tentang perusahaan dan produk-produknya[23].
Dari berbagai pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah suatu perasaan senang yang langsung dirasakan oleh pelanggan ketika harapan pelanggan terhadap suatu produk terpenuhi atau bahkan melampaui harapan pelanggan. Ketika seorang pelanggan merasa puas maka pelanggan bisa melakukan pembelian ulang kembali bahkan pelanggan akan berbagi pengalaman yang menyenangkan kepada kerabat mereka atas hasil yang memuaskan dirinya setelah mengonsumsi produk tersebut.
Kepuasan pelanggan memiliki beberapa indikator antara lain pertama, wujud (Tangibles) dengan sub indikator fasilitas, peralatan, penampilan karyawan dan sarana komunikasi, kedua keandalan (Reliability) dengan sub indikator kemampuan untuk melakukan layanan yang dijanjikan dan akurat, ketiga daya Tanggap (Responsiveness) dengan sub indikator kesediaan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat, keempat jaminan (Assurance) dengan sub indikator pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menyampaikan kepercayaan dan keyakinan, dan kelima empati (Emphaty) dengan sub indikator peduli, perhatian perusahaan kepada pelanggan.


[1]Richard Gerson, Mengukur Kepuasan Pelanggan:Panduan Menciptakan Pelayanan Bermutu(Jakarta: Penerbit PPM. 2002),p.3
[2]Phillip Kotler dan Gary Armstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi Keduabelas, Jilid1 (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008),p.16
[3]John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen, Edisi Kelima, Jilid 2 (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002),p.89
[4]Phillip Kotler, et al. Marketing Management :An Asian Perspective, Fifth Edition (Jurong: Pearson Education South Asia. 2009),p.136
[5]FrancisButtle, Customer Relationship Management: Concept and Tools(Malang: Bayumedia Publishing. 2007),p.29
[6]Robert F. Lusch, Patrick M. Dunne, dan James R. Carver,Introduction to Retailing, Seventh Edition(China:South Western. 2011),p.72
[7]Valarie A.Zeithaml, Mary Jo Bitner, dan Dwayne D. Gremler,Services Marketing: Integrated Customer Focus Across the Firm, Fifth Edition (New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2009),p.104
[8]Barry Berman dan Joel R. Evans,Retail Management: A Strategic Approach, Tenth Edition (USA :Pearson Prentice Hall. 2007),p. 35.
[9]Paul J. Peter dan Jerry C. Olson, Consumer Behavior and Marketing Strategy, Ninth Edition (New York: McGraw-Hill Companies. 2010),p.387
[10]Ibid,p. 387
[11]GaryArmstrong  dan Phillip Kotler, Marketing: An Introduction, Ninth Edition(USA : Pearson Prentice Hall. 2009),p.8
[12]Robert W. Lucas,Customer Service: Skills For Success, Fifth Edition (New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2012),p.363
[13]Dann dan Dann, Competitive Marketing Strategy (Australia: Pearson Prentice Hall. 2007),p.80
[14]Hawkins,Consumer Behavior: Building Marketing Strategy, Eleventh Edition(New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010),p.23
[15]David L.Kurtz, Principle of Contemporary Marketing, 14th Edition(China: South Western: 2010),p.316
[16]Valarie A.Zeithaml, Mary Jo Bitner, dan Dwayne D. Gremler, op.cit., p. 105

[17]Mullins, John W. Dan Orville C. Walker, JR, Marketing Management: A Strategic Decision-Making Approach, Seventh Edition (New York: McGraw-Hill Companies Inc. 2010),p.450
[18]Ibid.,p.444
[19]Ibid.,p.445
[20]Suharto Abdul Majid, Customer Service dalam Bisnis Jasa Transportasi (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009),p. 48
[21]Dann dan Dann, op.cit., p.153
[22]O.C Ferrell dan Michael D. Hartline, Marketing Management Strategies, Fifth Edition (Canada: South Western, 2011),p.377
[23]Ibid.,p.385

No comments :

Post a Comment