Teori Kepemimpinan

Teori Kepemimpinan

Gary Yukl mendefinisikan kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya, dan proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama (Leadership is the process of influencing others to understand and agree about what needs to be done and how to do it, and the process of facilitating individual and collective efforts to accomplish shared objectives).[1] Definisi yang dikemukakan oleh Kinicki dan Kreitner, yaitu: ” a leader trait is a physical or personality characteristic that can be used to differentiate leaders from followers.”[2] sifat pemimpin merupakan karakteristik fisik atau kepribadian yang dapat digunakan untuk membedakan pemimpin dari pengikut. Di pihak lain Bohn dan Grafton  menyatakan bahwa meskipun kepemimpinan adalah suatu topik tanpa henti diperdebatkan, pengaruh kepemimpinan engkau belum dianalisis keberhasilan organisasi. telah terbukti bervariasi antara organisasi (although leadership is an endlessly debated topik, the influence of leadership hast not been analized organizational efficacy. has been shown to vary among organizations).[3]
Definisi-definisi di atas pada umumnya memandang kepemimpinan sebagai aktivitas mempengaruhi untuk menimbulkan dampak pada perilaku orang lain yang pada akhirnya difokuskan pada upaya untuk mewujudkan tujuan-tujuan organisasi. Definisi tersebut juga mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial disengaja oleh seseorang terhadap orang lain untuk mengatur aktivitas-aktivitas serta hubungan di dalam kelompok atau organisasi.
Pemimpin yang efektif diukur dengan sejumlah aspek psikologis, sosial, dan ciri-ciri fisik dan catatan yang menunjukkan perbedaan dengan kebanyak orang, oleh Hackman dan Oldham greg richard, ”job characterstics theory states that employees will be more motivated to work and more satisfiled with their jobs to the extent that jobs contain certain core characteristics. these core job characteristics create the conditions that allow employees to experience critical psychological states that are related to beneficial work out come, including high work motivation. the strength of the linkage among job  characteristics, employees need for growth (that is, how important the employees considers growth and devel opment on the job)”.[4] Karakteristik pekerjaan teori menyatakan bahwa karyawan akan lebih termotivasi untuk bekerja dan lebih satisfiled dengan pekerjaan mereka apabila pekerjaan berisi karakteristik inti tertentu. karakteristik inti pekerjaan ini menciptakan kondisi yang memungkinkan karyawan untuk mengalami keadaan psikologis kritis yang berhubungan dengan pekerjaan yang bermanfaat keluar datang, termasuk motivasi kerja yang tinggi. kekuatan hubungan antara karakteristik pekerjaan, karyawan perlu untuk pertumbuhan (yaitu, betapa pentingnya para karyawan mempertimbangkan pertumbuhan dan nan jawab pada pekerjaan).
Kemudian teori kepemimpinan yang menggunakan pendekatan perilaku dapat dipilah menjadi dua, yaitu pendekatan perilaku berdasarkan struktur inisiasi, memulai mencerminkan sejauh mana pemimpin mendefinisikan dan struktur peran karyawan untuk mencapai tujuan pencapaian (initiating structure reflects the extent to which the leader defines and structures the roles of employee in pursuit of goal attainment) dan pertimbangan mencerminkan sejauh mana para pemimpin menciptakan hubungan kerja yang ditandai dengan saling percaya, menghormati, menghargai ide-ide karyawan, dan pertimbangan perasaan karyawan (consideration reflects the extent to which leaders create job relationships characterized by mutual trust, respect, respect for employee ideas, and consideration of employee feeling) serta pendekatan perilaku berdasarkan penghargaan (reward) dan menghukum (punishing). Terkait dengan model pertama, untuk struktur pemicu (initiating structure), menunjukkan sejauhmana pemimpin mendefinisikan dan menstrukturkan peran karyawan dalam mencapai tujuan. Stuktur inisiasi mencakup inisiasi, organisasi, dan produksi. Inisiasi adalah tindakan mengorganisasikan, memfasilitasi, dan kadang-kadang menolak ide-ide dan praktek baru. Organisasi adalah mendefinisikan dan menstrukturkan pekerjaan, menjelaskan peran pemimpin dan pengikut, dan mengkoordinasikan tugas-tugas karyawan. Produksi adalah menetapkan tujuan dan memberikan insentif bagi upaya-upaya dan produktivitas karyawan. Kemudian untuk aspek pertimbangan (consideration), merefleksikan sejauhmana pemimpin menciptakan hubungan kerja yang dicirikan oleh kepercayaan yang saling menguntungkan, hormat terhadap ide-ide karyawan, dan mempertimbangkan perasaan karyawan. Pertimbangan mencakup keanggotaan, integrasi, komunikasi, pengakuan dan perwakilan. Keanggotaaan adalah membaur dengan karyawan, menekankan hubungan tidak formal, dan pertukaran pelayanan personal. Integrasi ialah mendorong sebuah iklim yang menyenangkan, mengurangi konflik, dan meningkatkan penyesuaian individu terhadap kelompok. Komunikasi adalah memberikan informasi terhadap karyawan, mencari informasi untuk karyawan dan menunjukkan kesadaran atas persoalan-persoalan yang  berdampak  terhadap  karyawan-karyawan.
Pengakuan ialah mengungkapkan kesetujuan atau ketiaksetujuan atas perilaku karyawan. Perwakilan yaitu bertindak atas nama kelompok, mempertahankan kelompok dan mendahulukan kepentingan kelompok.[5]
Sementara itu, untuk pendekatan kepemimpinan yang berorientasi perilaku, pemberian penghargaan terjadi ketika seorang pemimpin memberikan penguatan secara positif kepada bawahan agar terjadi perilaku-perilaku yang dikehendaki. Jika bawahan dapat melakukan pekerjaan dengan baik, maka pemimpin memberikan pengakuan melalui pujian, hadiah, atau keuntungan-keuntungan lain yang kasat mata seperti peningkatan upah dan promosi. Pemimpin memberikan penghargaan untuk memastikan karyawan memiliki kinerja pada tingkatan yang tertinggi. Selanjutnya untuk pemimpin yang berorientasi menghukum terjadi ketika seorang pemimpin mencerca atau menanggapi secara negatif terhadap bawahan yang melakukan perilaku-perilaku yang tidak dikehendaki. Meskipun perilaku menghukum dapat menjadi efektif, namun juga memicu perilaku yang membahayakan di dalam organisasi. Umumnya lebih efektif jika menggunakan penguatan untuk menghentikan perilaku-perilaku yang tidak dikehendaki jika dibandingkan dengan menggunakan hukuman. Hukuman dapat menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan seperti kemarahan (in a similar way, the behavior approach seeks to identify the behaviors responsible for effective leadership without considering how the situation effects behavior. The behavior approach implicitly assumes that regardless of the situation (such as a group’s characteristics and composition or the type of task being done), certain leardership behaviors will result in high subordinate levels of satisfaction and performance. However, just       as the situtation can change how a leader’s personal traits affect subodinates responses, so, too, can it influence how subordinates responed to a leader’s specific behaviors. Consider the performance of a group of carpanteers who are building a complicated custom-built house. Their performace may increase if their leader engages in initiating  structure by scheduling the work so the house is completely framed before the roof is put on and by pushing employees to perform their task as quickly as possible. By cotrast, the performance of a group of furniture assembly-line workers who have been performing the same task day in and da out for several years know exactlyhow to do their jobs. Not only is their leader’s initiating-structure behavior unnecessary, it might actually lower their job satisfaction if they become annoyed by their constantly telling them what to do).[6]
Teori situasional. Teori-teori kepemimpinan yang tergabung dalam kelompok ini adalah Fiedler’s Contingency Model dan Path-Goal Theory. Dalam teorinya Fiedler mengembangkan sebuah elaborasi model kontingensi, yang berpegang bahwa pemimpin terbaik ditentukan oleh situasi  kerja pemimpin. Model Fiedler menetapkan kondisi bahwa pemimpin harus menggunakan tugas, hubungan, dan gaya memotivasi. Fiedler juga menggunakan istilah kontrol situasi yang diartikan sejauhmana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi hasil usaha-usaha kelompok. Pengukuran kendali situasi berdasarkan tiga faktor, yaitu: (1) hubungan pemimpin anggota, yaitu sejauhmana anggota menerima dan mendukung pemimpinnya (leader –member relation), (2) struktur tugas, yakni sejauhmana mengetahui  secara nyata apa yang dilakukan dan seberapa baik serta apakah tugas-tugas secara rinci diselesaikan (task structure), dan (3) kekuasaan posisi (position power), yaitu sejauhmana organisasi menyediakan pemimpin dengan: (a) penghargaan dan hukuman kepada anggota organisasi, dan (b) wewenang formal yang sesuai untuk melakukan pekerjaan.[7]
Menurut Keegan & Hartogg, kepemimpinan transformasional dikaitkan dengan identifikasi pribadi yang kuat dengan pemimpin, penciptaan visi bersama tentang masa depan, dan hubungan antara pemimpin dan pengikut berdasarkan jauh lebih dari sekedar pertukaran sederhana hadiah untuk kepatuhan (leadership is associated with strong personal identification with leader, the creation of a shared vision of the future, and a relationship between leaders and follower based on far more than just the simple exchange of rewards  for compliance).[8]
Karakteristik kepemimpinan karismatik antara lain: (1) (self confidence) percaya diri, menjadi percaya diri baik dalam kemampuan personal maupun dalam memutuskan, (2) (vision) visi, mengartikulasikan visi, menekankan ideologi, (3) (unconventional behavior) perilaku yang tidak konvensional, menunjukkan perilaku yang baru, tidak konvensional, dan melawan norma-norma, (4) (Environmental sensitivity)sensitivitas lingkungan, menjadi realistik mengenai ketersediaan sumber daya dan memberikan batasan-batasan yang mungkin tentang apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan, (5) (sensitivity to followers)sensitivitas terhadap bawahan, tanggap terhadap kebutuhan dan kemampuan bawahan, dan             (6) (Role modeling) model peran, mengembangkan citra sebagai agen perubahan, seseorang yang membuat sesuatu terjadi.[9]
Selain itu teori atau pendekatan di atas, ada pula taksonomi yang diformulasikan YukI yang berisi 14 kategori perilaku kepemimpinan, yakni: (1) (plan and organize) merencanakan dan mengorganisasi, (2) (problem solving) pemecahan masalah, (3) (explain the role and purpose) menjelaskan peran dan tujuan, (4) memberi informasi, (5) (monitor) memantau, (6) (motivating and inspiring) memotivasi dan memberi inspirasi, (7) (consulting) melakukan konsultasi, (8) (delegate) mendelegasikan, (9) (support) mendukung, (10) (develop and guide) mengembangkan dan membimbing, (11) (managing conflict and tetam building) mengelola konflik dan membangun tim, (12) (bulding neetworks) membangun jaringan kerja, (13) (give recognition) memberikan pengakuan, dan (14) (rewards) memberikan penghargaan.[10]
Dari uraian di atas dapat disintesiskan bahwa gaya kepemimpinan adalah seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi berdasarkan indikator: menjelaskan peran dan tujuan, memberikan informasi, memantau pelaksanaan kerja, memotivasi dan memberi inspirasi, mendelegasikan tugas/pekerjaan, dan membimbing.





[1]Gary Yukl, Leadership in Organizations:Pearson Prentice Hall ; Seventh Edition (University    
   at Albany, State University of New York, 2010), p. 26.
[2]Angelo Kinicki and Robert Kreitner, Organizational Behavior: Key Concepts, Skills and Best Practices (New York: McGraw-Hill, 2008), p. 466.
[3]J. G. Bohn and D. Grafton, The relationship of perceived leadership behaviors to organizational efficacy, Journal of Leadership & Organizational Studies, 9 (2), 65, 2002,              p. 1.
[4] Luis R. Gomez-Mejia, David B. Balkin, and Robert L. Cardy, Managing Human Resources (New Jersey: Pearson Education Inc.., 2007), p. 53.

[5]Jason A. Colquitt, Jeffery A. LePine and Michael J. Wesson, Organizational Behavior: Improving Performance and Commitment in the Workplace (New York: McGraw-Hill, 2009), p. 482-483.
[6]Jennifer M. George and Gareth R. Jonnes, Organizational Behavior (New Jersey: Pearson Education, Inc., 2002), p. 396- 397.
[7]Andrew J. DuBrin, Fundamental of Organizational Behavior (Canada: Thomson South Western,  2007), p. 244.
[8]Keegan & Den Hartogg. Transformational leadership in a project-based management: a comparative study of leadership style of project managers and line managers, International Journal of Project Management, 22, 2004, p. 609.
[9]Rae Andre, Organizational Behavior: An Introduction to Your Life in Organizations (New Jersey: Pearson-Prentice Hall, 2008), p. 300.
[10]Gary Yukl, op. Cit., p. 115-119.

No comments :

Post a Comment