Mc Shane dan von Glinow
mengemukakan bahwa:
“Organizational commitment refers to the employee’s emotional attachment
to, identification with, and involvement in a particular organization. This
definition refers specifically to affective commitment because it is an
emotional attachment-our feeling of loyality-to the organization. Another form
of commitmen, called continuance commitment, accurs when employees believe it
is in their own personal interest to remain with the organization. It is a
calculated rather than emotional attachment
to the organization. Employees have high continuance commitment when
they do not particularly identify with the organization where they work but feel bound to remain there because it
would be too costly to quit.” [1]
Dapat dipahami bahwa
komitmen organisasi mengacu pada keterikatan emosional karyawan terhadap
organisasi tertentu, keberpihakan terhadap organisasi tertentu, dan
keterlibatan dalam organisasi tertentu. Definisi ini mengacu pada affective commitment karena adanya
keterikatan emosional-perasaan loyal terhadap organisasi. Bentuk komitmen lainnya yang disebut continuance commitment, yang muncul ketika para karyawan memahami
bahwa berada pada organisasi tersebut merupakan ketertarikan personal mereka
sendiri. Hal ini lebih cenderung terhadap keputusan dari hasil mengkalkulasikan
ketimbang keterikatan emosional terhadap organisasi. Karyawan tidak memihak
terhadap organisasi tersebut, tetapi merasa bahwa berhenti dari organisasi
tersebut menimbulkan resiko yang tinggi.
Terdapat banyak cara untuk
membangun komitmen tersebut, Mc Shane mengemukakan lima cara membangun
affective commitment sebagai berikut: (1) Justice
and Support. Affective commitmen
merupakan hal yang lebih tinggi dalam sebuah organisasi yang memenuhi kewajiban
mereka terhadap para karyawan dan dimunculkan dengan nilai-nilai
perikemanusiaan, seperti keadilan, kesopanan, pengampunan, dan integritas
moral. Nilai-nilai ini mengacu pada konsep keadilan organisasi. Begitu juga
halnya dengan organisasi yang mendukung keadaan yang baik bagi karyawan
cenderung memperkuat loyalitas yang tinggi. (2) Shared Values. Definisi affective commitmen mengacu pada keberpihakan seseorang terhadap
organisasi, dan keberpihakan tersebut akan sangat tinggi jika karyawan meyakini
bahwa nilai-nilai mereka sebangun dengan nilai dominan organisasi. (3) Trust. Kepercayaan atau trust mengacu
pada pengharapan positif yang dimiliki seseorang terhadap orang lain dalam
situasi yang beresiko. Trust berarti
menaruh kepercayaan terhadap seseorang atau suatu kelompok. Hal itu juga
merupakan aktivitas timbal balik; untuk mendapatkan kepercayaan maka berikan
kepercayaan. (4) Organizational
Comprehension. Affective commitment
merupakan keberpihakan seseorang terhadap organisasi, sehingga masuk akal jika
perilaku tersebut diperkuat ketika karyawan memahami perusahaan atau
organisasi, termasuk masa lalunya, keadaan sekarang dan yang akan datang. (5) Employee Involvement. Keterlibatan karyawan meningkatkan affective commitmen dengan menguatkan keberpihakan sosial karyawan
terhadap organisasi. Para karyawan merasa bahwa mereka adalah bagian dari
organisasi saat mereka mengambil bagian dalam pengambilan keputusan untuk masa
depan organisasi.[2]
Menurut Gibson at all, “commitment to an organization involves three
attitudes: (1) sense of identification with the organozation’s goals, (2) a
feeling of involvement in organizational duties, and (3) a feeling of loyaliy
for the organization”. Dengan kata lain, komitmen terhadap organisasi
mengindikasikan tiga sikap; (1) perasaan memihak terhadap tujuan organisasi, (2)
perasaan terlibat dalam tugas-tugas organisasi, (3) perasaan loyal terhadap
organisasi. [3]
Dalam Mulins Laurie, Martin
dan Nicholls menyatakan bahwa komitmen adalah:
“Encapsulating ‘giving all of yourself while
at work’. This entails such things as using time constructively, attention to
detail, making that extra efford, accepting change, co-operation with others,
self-development, respecting trust, pride in abilities, seeking improvements
and giving loyal support”. [4]
Hal ini mengemukakan bahwa
berkomitmen berarti menyerahkan diri secara total saat berada di tempat kerja,
yaitu membutuhkan hal-hal seperti penggunaan waktu secara konstruktif,
memperhatikan detail, menumbuhkan usaha ekstra, menerima perubahan, bekerja
sama dengan orang lain, pengembangan-diri,
menghargai
kepercayaan, bangga terhadap kemampuan, mencari peningkatan dan memberikan
dukungan loyalitas.
Adapun menurut Robbins dan
Coulter mengatakan bahwa “Organizational
commitment is the degree to which an employee identifies with a particular
organization and its goals and wishes to maintain membership in organization”.
Dengan kata lain, komitmen organisasi adalah tingkat sejauh mana identifikasi
karyawan terhadap suatu organisasi dan
tujuannya dan keinginan untuk mempertahankaan keanggotaan pada organisasi
tersebut.[5]
Senada dengan apa yang
dikemukakan Robbins dan Coulter, Nelson dan Quick mengungkapkan bahwa “organizational commitment is the strengh of
individual’s identification with an organization”. Hal ini menjelaskan
bahwa komitmen organisasi adalah seberapa kuat identifikasi seseorang terhadap
organisasi.[6]
Selanjutnya Robbins
mengemukakan komitmen organisasi sebagai suatu keadaan dimana seorang anggota
memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta berminat memelihara
keanggotaan dalam organisasi[7]. Sedangkan Barron dan
Byrne mangungkapkan bahwa komitmen organisasi sebagai sikap yang dimiliki oleh
seseorang terhadap organisasinya, yang mecerminkan derajat keberpihakan
terhadap organisasinya dan enggan untuk meninggalkannya[8]. Dengan demikian bahwa
bila anggota organisasi dalam hal ini pengurus organisasi memiliki komitmen
yang tinggi terhadap organisasi, dapat dihindari terjadinya pemungkiran kerja
dan absensi kerja; loyalitas kerja yang tinggi, karenanya organisasi memiliki
kinerja yang baik. Atau dengan kata lain, bagi meraka yang memiliki komitmen
yang baik terhadap tugasnya, berarti orang tersebut menyukai pekerjaannya
tersebut. Apabila pengurus telah mendudukkan kerja dan tugas disukainnya maka
akan memberikan hasil yang diharapkan dan dengan sendirinya kinerjanya juga
akan jauh lebih baik.
Dari uraian tentang
teori-teori komitmen organisasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi komitmen
organisasi pegawai dinas pemuda dan olahraga kabupaten bogor adalah adalah
kesanggupan seseorang mengikatkan diri dalam mencapai tujuan DISPORA dengan
indikator: (1) keinginan bertahan pada organisasi. (2) loyalitas, (3)
keterlibatan dalam organisasi, (4) keterikatan emosional.
[1]Mc shane & Von Glinow. Organizational
Bahavior; emerging Realities for the Work Place Revolution (New York:
McGraw Hill companies. 2008). P. 414
[3]Gibson et all. Organization:
Behavior, structure, processes (New York: Mc Graw Hill. 2006), p.184
[4]Laurie. J. Mullins, Management and Organizational Behavior
(England: Pearson Education ltd, 2005) p. 902
[5]Stephen P. Robbins dan Mary Coulter. Manajement (New Jersey Pearson Education
International. 2007). p. 423
[6]Debra L. Nelson dan James Campbell
Quick. Organizational Behavior:
Foundations, Realities & Challenges ( USA Thomson South-western. 2006)
p. 124
[7] Steppen P. Robbin, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi,
Aplikasi, Terjemahan Hadya Pajaatmaka (Jakarta: PT. Prenhallindo, 1996), h.
171
[8] Robert A. Baron and Donn Byrne, Social Psychology. (Boston: Allyn and
Bacon, 1997), h. 502.
No comments :
Post a Comment