Money laundering adalah
suatu praktek pencucian uang panas atau kotor (dirty money). Uang kotor ini,
berasal dari praktek-praktek haram dan illegal seperti korupsi, penyuapan,
penyelundupan, serta tindak pidana perbankan dan praktek-praktek tidak sehat
lainnya. Untuk membersihkannya uang tersebut ditempatkan pada suatu bank atau
tempat tertentu untuk sementara waktu sebelum akhirnya dipindahkan ke tempat
lain (layering), misalnya melalui pembelian saham di pasar modal, transfer
valuta asing atau pembelian suatu asset. Setelah itu, si pelaku akan menerima
uang yang sudah bersih dari ladang pencucian berupa pendapatan yang diperoleh
dari pembelian saham, valuta asing atau asset tersebut (integration). Proses
inilah yang dinamakan money laundering, karena mengubah uang kotor menjadi
bersih tak berbekas melalui proses keuangan yang sah.
Pelaku dari money
laundering sebagai kejahatan terorganisir, dilakukan oleh orang yang menguasai
atau mempunyai pengetahuan khusus di dunia penyedia jasa keuangan. Bahkan
mereka harus menguasai ilmu pengetahuan di bidang komputer.
Salah satu contoh kasus
money laundering ialah kasus Bank Global. Pembobolan bank tersebut bukan
dilakukan melalui suatu teknik yang canggih, melainkan karena adanya niat buruk
dari pengelola bank yang memanfaatkan kelengahan pengawasan BI maupun Bapepam. Maka
dari itu pemerintah menutup Bank Global. Pada waktu dibekukan kegiatan
usahanya, Bank Global sudah nyaris kolaps. Angka Capital Adequacy Ratio (CAR)
atau rasio kecukupan modalnya sudah berada pada titik minus 39 persen. Dengan
adanya indikasi berbagai pelanggaran ditambah dengan ketertutupan dari pihak
manajemen, maka BI kemudian bertindak lebih tegas, yakni membekukan kegiatan
usaha dengan tujuan demi menyelamatkan asset, mencegah kerugian lebih besar
lagi, serta yang utama ialah mengamankan dana nasabah.
Adapun contoh kasus lainnya tentang money
laundering adalah kasus Bank BNI, yaitu adanya pembobolan Bank BNI sebesar Rp
1,7 triliun melalui L/C (Letter of Credit) fiktif dengan adanya pemberian
kredit L/C oleh pihak Cab.BNI Utama Kebayoran Baru. Bobolnya uang sejumlah Rp
1,7 triliun bermula dari PT. Gramarindo Mega Indonesia (Perusahaan milik Erri
Lumowa dan Adrian Woworuntu) mengajukan permohonan pembiayaan ekspor impor dari
BNI Cab Kebayoran Baru Jakarta Selatan. PT Gramarindo rencananya akan melakukan
ekspor pasir dan minyak residu ke negara-negara Afrika dan Timur Tengah. Dalam
mengajukan permohonan pembiayaan tersebut PT. Gramarindo mendapatkan jaminan
L/C dari Dubai Bank Kenya, The Wall Street Banking Corporation, Middle East
Bank Kenya, Ltd. Ross Bank Swiss dan Bank One (New York).
Berdasarkan L/C yang
dipecah-pecah menjadi 80 L/C kecil namun keseluruhannya berjumlah Rp 1,7
triliun tersebut, menghasilkan yang kredit ekspor dalam mata uang dollar dan Euro
yang telah dicairkan sejak bulan Juli 2002 sampai bulan Juli 2003. Belakangan
baru diketahui kalau ternyata ekspor tersebut hanya fiktif belaka, yaitu dengan
membuat dokumen ekspor fiktif, PT Gramarindo Group dapat menikmati uang dan
menggunakan uang tersebut. Dalam transaksi perdagangan luar negeri, terjadi
hubungan dagang antara penjual dari suatu negara dan Negara lainnya dibutuhkan
pengertian dan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan serta tetap
berpedoman kepada ketentuan-ketentuan hukum dagang dari masing-masing negara.
Salah satu cara
pembayaran yang dipergunakan di dalam perdagangan luar negeri adalah cara
kredit dokumenter, yaitu dengan mempergunakan warkat berharga yang disebut
Letter of Credit. L/C merupakan suatu warkat yang diterbitkan oleh suatu bank
atas permintaan pihak pemakai jasa atau pembeli yang ditujukan kepada pihak
ketiga lainnya, yang mengakibatkan bank pembuka L/C (opening bank) untuk:
1. Melakukan
pembayaran kepada piahk ketiga (beneficiary) atau ordernya, atau harus
membayar, menegosiasi/mengambil alih wesel-wesel tanpa syarat sebagai pembayaran pada waktu
tertentu dikemudian hari yang ditarik oleh penjual.
2. Memberi
kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran yang dimaksud, atau harus
membayar, menegosiasi/mengambil alih wesel-wesel atas penyerahan
dokumen-dokumen yang ditentukan dan sesuai syarat serta kondisi dari kredit
yang bersangkutan.
v ANALISIS
Berdasarkan kasus bank di atas, maka
dapat dianalisis bahwa pencucian uang itu didasari oleh modus operandi, yaitu:
1. Penempatan;
dimana pelaku menempatkan uanga atau harta diperoleh dari suatu tindak pidana
ke dalam suatu tempat yang dianggap aman seperti masuk dalam system perbankan;
2. Pelapisan;
adanya layering yaitu kegiatan untuk menghilangkan jejak asal uang haram
tersebut dengan menciptakan berbagai transaksi yang berlapis-lapis. Contoh dari
kejahatan money laundering yang berlapis-lapis seperti mentransfer uang haram
tersebut ke berbagai Negara lain dalam bentuk mata uang asing.Uang haram tersebut
dapat dengan mudah berpindah dari satu rekening ke rekening lainnya baik di
dalam maupun di luar negeri;
3. Integrasi
atau Penyatuan; yaitu melakukan penyatuan uang haram tersebut kepada
kegiatan-kegiatan perekonomian.
Perlu diketahui, saat ini semakin
banyaknya kasus money laundering di Indonesia disebabkan karena kurang
seriusnya Pemerintah dalam menanggulangi kasus tersebut, serta masih lemahnya
hukum di negara Indonesia. Dampak yang terjadi dari praktek ini ialah
terlepasnya control arus uang masuk (inflow) dan keluar (outflow) suatu Negara
yang pada gilirannya akan dapat mengganggu mekanisme pasar. Adapun cara yang
dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi praktek cuci mencuci uang illegal
ini ialah dengan cara adanya penindakan tegas dari pemerintah.
No comments :
Post a Comment