Monday, May 20, 2013

MONEY LAUNDERING


Money laundering adalah suatu praktek pencucian uang panas atau kotor (dirty money). Uang kotor ini, berasal dari praktek-praktek haram dan illegal seperti korupsi, penyuapan, penyelundupan, serta tindak pidana perbankan dan praktek-praktek tidak sehat lainnya. Untuk membersihkannya uang tersebut ditempatkan pada suatu bank atau tempat tertentu untuk sementara waktu sebelum akhirnya dipindahkan ke tempat lain (layering), misalnya melalui pembelian saham di pasar modal, transfer valuta asing atau pembelian suatu asset. Setelah itu, si pelaku akan menerima uang yang sudah bersih dari ladang pencucian berupa pendapatan yang diperoleh dari pembelian saham, valuta asing atau asset tersebut (integration). Proses inilah yang dinamakan money laundering, karena mengubah uang kotor menjadi bersih tak berbekas melalui proses keuangan yang sah.
Pelaku dari money laundering sebagai kejahatan terorganisir, dilakukan oleh orang yang menguasai atau mempunyai pengetahuan khusus di dunia penyedia jasa keuangan. Bahkan mereka harus menguasai ilmu pengetahuan di bidang komputer.
Salah satu contoh kasus money laundering ialah kasus Bank Global. Pembobolan bank tersebut bukan dilakukan melalui suatu teknik yang canggih, melainkan karena adanya niat buruk dari pengelola bank yang memanfaatkan kelengahan pengawasan BI maupun Bapepam. Maka dari itu pemerintah menutup Bank Global. Pada waktu dibekukan kegiatan usahanya, Bank Global sudah nyaris kolaps. Angka Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modalnya sudah berada pada titik minus 39 persen. Dengan adanya indikasi berbagai pelanggaran ditambah dengan ketertutupan dari pihak manajemen, maka BI kemudian bertindak lebih tegas, yakni membekukan kegiatan usaha dengan tujuan demi menyelamatkan asset, mencegah kerugian lebih besar lagi, serta yang utama ialah mengamankan dana nasabah.
 Adapun contoh kasus lainnya tentang money laundering adalah kasus Bank BNI, yaitu adanya pembobolan Bank BNI sebesar Rp 1,7 triliun melalui L/C (Letter of Credit) fiktif dengan adanya pemberian kredit L/C oleh pihak Cab.BNI Utama Kebayoran Baru. Bobolnya uang sejumlah Rp 1,7 triliun bermula dari PT. Gramarindo Mega Indonesia (Perusahaan milik Erri Lumowa dan Adrian Woworuntu) mengajukan permohonan pembiayaan ekspor impor dari BNI Cab Kebayoran Baru Jakarta Selatan. PT Gramarindo rencananya akan melakukan ekspor pasir dan minyak residu ke negara-negara Afrika dan Timur Tengah. Dalam mengajukan permohonan pembiayaan tersebut PT. Gramarindo mendapatkan jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya, The Wall Street Banking Corporation, Middle East Bank Kenya, Ltd. Ross Bank Swiss dan Bank One (New York).
Berdasarkan L/C yang dipecah-pecah menjadi 80 L/C kecil namun keseluruhannya berjumlah Rp 1,7 triliun tersebut, menghasilkan yang kredit ekspor dalam mata uang dollar dan Euro yang telah dicairkan sejak bulan Juli 2002 sampai bulan Juli 2003. Belakangan baru diketahui kalau ternyata ekspor tersebut hanya fiktif belaka, yaitu dengan membuat dokumen ekspor fiktif, PT Gramarindo Group dapat menikmati uang dan menggunakan uang tersebut. Dalam transaksi perdagangan luar negeri, terjadi hubungan dagang antara penjual dari suatu negara dan Negara lainnya dibutuhkan pengertian dan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan serta tetap berpedoman kepada ketentuan-ketentuan hukum dagang dari masing-masing negara.  
Salah satu cara pembayaran yang dipergunakan di dalam perdagangan luar negeri adalah cara kredit dokumenter, yaitu dengan mempergunakan warkat berharga yang disebut Letter of Credit. L/C merupakan suatu warkat yang diterbitkan oleh suatu bank atas permintaan pihak pemakai jasa atau pembeli yang ditujukan kepada pihak ketiga lainnya, yang mengakibatkan bank pembuka L/C (opening bank) untuk:
1.      Melakukan pembayaran kepada piahk ketiga (beneficiary) atau ordernya, atau harus membayar, menegosiasi/mengambil alih wesel-wesel  tanpa syarat sebagai pembayaran pada waktu tertentu dikemudian hari yang ditarik oleh penjual.
2.      Memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran yang dimaksud, atau harus membayar, menegosiasi/mengambil alih wesel-wesel atas penyerahan dokumen-dokumen yang ditentukan dan sesuai syarat serta kondisi dari kredit yang bersangkutan.



v  ANALISIS
Berdasarkan kasus bank di atas, maka dapat dianalisis bahwa pencucian uang itu didasari oleh modus operandi, yaitu:
1.      Penempatan; dimana pelaku menempatkan uanga atau harta diperoleh dari suatu tindak pidana ke dalam suatu tempat yang dianggap aman seperti masuk dalam system perbankan;
2.      Pelapisan; adanya layering yaitu kegiatan untuk menghilangkan jejak asal uang haram tersebut dengan menciptakan berbagai transaksi yang berlapis-lapis. Contoh dari kejahatan money laundering yang berlapis-lapis seperti mentransfer uang haram tersebut ke berbagai Negara lain dalam bentuk mata uang asing.Uang haram tersebut dapat dengan mudah berpindah dari satu rekening ke rekening lainnya baik di dalam maupun di luar negeri;
3.      Integrasi atau Penyatuan; yaitu melakukan penyatuan uang haram tersebut kepada kegiatan-kegiatan perekonomian.
Perlu diketahui, saat ini semakin banyaknya kasus money laundering di Indonesia disebabkan karena kurang seriusnya Pemerintah dalam menanggulangi kasus tersebut, serta masih lemahnya hukum di negara Indonesia. Dampak yang terjadi dari praktek ini ialah terlepasnya control arus uang masuk (inflow) dan keluar (outflow) suatu Negara yang pada gilirannya akan dapat mengganggu mekanisme pasar. Adapun cara yang dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi praktek cuci mencuci uang illegal ini ialah dengan cara adanya penindakan tegas dari pemerintah.   

No comments :

Post a Comment