Untuk mengembangkan kinerja organisasi
tingkat atas dibutuhkan niat dalam pengembangan suatu motivasi kerja yang
tinggi. Karakteristik dari sebuah motivasi kerja itu antara lain :
a. Kemampuan
seseorang dalam meningkatkan pelayanan dan prestasi pada organisasi atau
departemen pada semua tingkatan.
b.
Manajemen mendefinisikan apa yang dituntut dalam bentuk peningkatan
kinerja, menetapkan tujuan untuk keberhasilan dan memantau kinerja untuk
memastikan bahwa tujuan tercapai.
c.
Motivasi dari atas yang menumbuhkan semangat dan
keyakinan bersama akan pentingnya perbaikan terus menerus dalam meningkatkan
mutu perusahaan atau organisasi.
d.
Fokus
pada mempromosikan sikap positif yang menghasilan tenaga kerja yang terlibat
dalam berkomitmen dan termotivasi.http://rudtsoneclick.blogspot.com/2013/05/teori-motivasi.html
Menurut Maslow motivasi manusia sebagai suatu hierarki lima kebutuhan
yaitu: (1) Fisiologi, meliputi kebutuhan akan udara, air, makan dan seks. (2) Rasa
aman, mencakup kebutuhan akan keselamatan, ketertiban, dan bebas dari rasa
takut dan ancaman. (3) Rasa memiliki dan cinta (kebutuhan sosial) meliputi
kebutuhan akan cinta, afeksi, rasa memiliki dan hubungan manusiawi. (4) Penghargaan,
mencakup kebutuhan akan harga diri, prestasi, dan rasa hormat dari orang lain.
(5) Aktualisasi diri, meliputi kebutuhan untuk berkembang, untuk merasa
terpenuhi dan untuk menyadari potensi seseorang.
Hal ini mengemukakan bahwa banyak implikasi praktis dari teori ini untuk
memotivasi dalam organisasi atau lembaga. Khususnya kebutuhan dasar, fisiologis
karyawan harus dipenuhi dengan upah yang cukup untuk memberi makan, memberi
tempat berteduh, dan membela diri mereka sendiri dan keluarganya secara
memuaskan, dan lingkungan kerja yang aman harus diciptakan sebelum manejer atau
pimpinan menawarkan perangsang yang didesain guna memberikan kesempatan kepada
karyawan untuk memperoleh harga diri, rasa memiliki atau peluang untuk
berkembang. [1]
Kebutuhan akan rasa aman membutuhkan keamanan kerja, bebas dari paksaan
atau perlakuan sewenang-wenang, dan peraturan yang ditetapkan secara jelas.
Stephen P Robbins dan
Timothy A Judge mengemukakan bahwa motivasi sebagai proses yang menjelaskan
intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.
Sementara motivasi umum berkaitan dengan usaha mencapai tujuan apapun, namun
pada pembahasannya dipersempit dan berfokus pada tujuan-tujuan pencapaian
organisasi untuk mencerminkan minat kita terhadap perilaku yang berhubungan
dengan pekerjaan.[2]
Menurut Frederick Herzberg
teori motivasi bigiene (motivation-bygiene
theory) mengemukakan bahwa hubungan seseorang individu dengan pekerjaan
adalah mendasar dan bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaan bisa dengan sangat
baik menetukan keberhasilan atau kegagalan.[3]
Sedangakan pada teori
motivasi kontemporer yang mengambarkan kondisi saat ini dalam menjelaskan
motivasi karyawan,menurut McClelland (McClelland’s
theory of needs) dalam teori kebutuhan yang dikembangkan oleh David
McClelland dan kawan-kawan teori tersebut berfokus pada tiga kebutuhan yaitu:
(1) Kebutuhan pencapaian (need for
achievement): dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha
keras untuk berhasil. (2) Kebutuhan kekuatan (need for power): kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku
sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya. (3) Kebutuhan
hubungan (need for affiliation):
keinginan untuk menjalin suatu hubungan antar personal yang ramah dan akrab.[4]
Menurut Nadler dan Lawler model pengharapan mempunyai implikasi nyata
bagi manejer dan organisasi mengenai bagaimana memotivasi bawahan, implikasi
ini meliputi: (1) Menentukan imbalan yang dinilai oleh setiap bawahan. Jikalau
imbalan menjadi motivator, maka pasti cocok untuk indifidu yang
bersangkutan.manajer dapat menentukan imbalan apa yang diinginkan olah
bawahannya dengan mengamati reaksinya dalam situasi yang berbeda dan menanyakan
imbalan apa yang mereka inginkan. (2) Menentukan prestasi yang anda inginkan.
Manajer harus mengidentifikasi tingkat prestasi atau perilaku apa yang ia
inginkan sehingga dia dapat memberitahukan bawahannya apa yang harus mereka
lakukan. (3) Mengupayakan agar tingkat prestasi dapat dicapai. Jakalau bawahan
merasa bahwa tujuan yang harus mereka capai terlalu sulit atau mustahil,
motivasinya akan rendah. (4) Mengaitkan imbalan dengan prestasi. Untuk
mempertahankan motivasi imbalan yang layak harus jelas dikaitkan dengan suatu
prestasi dalam jangka waktu yang singkat. (5) Menganalisis faktor apa yang
mungkin meniadakan efektivitas imbalan. Konflik diantara sistem imbalan manajer
dan pengaruh lain dalam situasi kerja mungkin mengharuskan manajer melakukan
beberapa penyesuaian dalam sistim imbalan. Misalnya jikalau kelompok kerja bawahan
lebih menyukai produktivitas rendah, maka suatu imbalan diatas rata-rata
mungkin diperlukan untuk memotivasi bawahan agar mengejar produktivitas tinggi.
(6) Memastikan bahwa imbalan tersebut memadai. Imbalan yang kecil akan menjadi
motivator yang kecil.[5]
Implikasi bagi organisasi dari apa yang dibahas diatas menurut Nadler dan
Lawler adalah: (1) Organisasi biasanya memperoleh apa yang mereka imbalankan,
bukan apa yang mereka inginkan. Sistem imbalan organisasi harus dirancang untuk
memotivasi perilaku yang diinginkan. Tunjangan senioritas misalnya, merupakan
imbalan terhadap lamanya seseorang bekerja dalam organisasi bukan mutu prestasi
seseorang. (2) Pekerjaan itu sendiri secara intrinsik dapat menjadi imbalan. Jikalau
pekerjaan dirancang untuk memenuhi beberapa kebutuhan karyawan yang lebih
tinggi (independensi dan kreativitas), maka pekerjaan itu sendiri dapat menjadi
imbalan dalam dirinya sendiri. (3) Supervisor lansung memainkan peran penting
dalam proses motivasi. Supervisor harus berada pada posisi paling baik untuk
menetapkan tujuan secara jelas dan diberikan wewenang untuk memberikan imbalan
kepada bawahannya.[6]
Untuk motivasi kerja menurut Richard M.Steers dan Lyman W. Porter
mengemukakan teori-teori baru mengenai motivasi kerja bagi para manajer adalah:
(1) Manajer harus secara aktif dan dengan sengaja memotivasi bawahannya. (2) Manajer
harus memahami kekuatan dan kelemahannya sendiri sebelum berupaya merubah
perilaku orang lain. (3) Manajer harus menyadari bahwa karyawan mempunyai motif
dan kemampuan yang berbeda-beda. (4) Imbalan harus dikaitkan dengan prestasi,
bukan dengan pertimbangan senioritas dan pertimbangan lainnya. (5) Pekerjaan
harus dirancang untuk memberikan tantangan dan variasi, dan bawahan harus
menyadari apa yang diharapkan dari dirinya. (6) Manajemen harus membantu
perkembangan suatu kultur organisasi yang berorientasi pada prestasi. (7) Manajer
harus dekat dengan karyawan dan menyelesaikan masalah yang timbul. (8) Kerjasama
aktif karyawan harus diusahakan untuk memperbaiki keluaran organisasi karena
bagaimanapun karyawan juga merupakan pihak berkepentingan dalam organisasi.[7]
Hersey, Blancard dan Johnson menambahkan karakteristik seseorang
bermotivasi tinggi adalah, (1) mereka suka menetapkan tujuan yang cukup sulit,
tetapi masih potensial untuk dicapai. (2) mereka suka bekerja atas suatu
masalah dari pada meninggalkan peluang akan berhasil. (3) mereka lebih menyukai
prestasi pribadi dari pada hadiah keberhasilan. (4) banyak dijumpai pada
pekerjaan penjualan atau sebagai pemilik dan manajer perusahaan sendiri[8]
Sedangkan menurut Newstrom Motivasi kerja didefenisikan sebagai suatu
kombinasi psikologi yang sangat kompleks pada setiap orang. Pada karyawan
diuraikan melalui tiga unsur yaitu: (1) Petunjuk dan fokus perilaku (direction and focus of the behavior):
beberapa faktor positif meliputi ketergantungan, kretifitas, ketepatan waktu,
sedangkan beberapa faktor disfungsi meliputi keterlambatan, kehadiran, dan
kerja yang rendah. (2) Tingkatan
dalam upaya atau hasil kerja (level of
the effort): membuat komitmen penuh untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik. Dan (3) Penetapan tingkah laku (persitence
of the behavior): pengulangan dalam pemberian upaya atau hasil kerja yang
terlalu cepat.[9]
Berdasarkan analisis teori
yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi konseptual motivasi
kerja dalam hal ini pegawai dinas pemuda dan olahraga kabupaten bogor adalah dorongan
didalam diri setiap pegawai dinas pemuda dan olahraga kabupaten bogor untuk
menjadi yang terbaik, dan untuk mencapai keberhasilan sesuai dengan apa yang di
cita-citakan dinas pemuda dan olahraga (DISPORA) kabupaten bogor. Dengan
indikator: (1) Peningkatan Prestasi kerja, (2) Menerima
tanggung jawab yang diamanahkan, (3) malaksanakan tugas sesuai prosedur kerja,
(4) Keinginan meningkatkan kemampuan (5) Selalu berupaya melakukan yang terbaik.
[1]A. Maslow, Motivation and Personality (New York: Harper & Row, 1954).
Edisi 12 (Penerbit Salemba Empat
Jakarta 2008)h.223
[2]Stephen P. Robins – Timothy A. Judge,”Organizational Behavior” Edisi 12
(Penerbit Salemba Empat Jakarta 2008)
h.222.
[3]F. Herzberg, B. Mausner, dan B.
Snyderman, “The Motivation to Work (New
York: Wiley, 1959). Edisi 12 (Penerbit Salemba
Empat Jakarta 2008).h.227
[4]D.C. McClelland, The Achieving Society (New York: Van Nostrand Reinhold, 1961) Edisi
12 (Penerbit Salemba Empat Jakarta
2008).h 230
[5]Lyman W. Porter dan Edward E. Lawler
III,”Managerial Attitudes and Performance
Homewood”,III: Irwin, 1968). Hal 165
[6]James C. Naylor dan Daniel R.
Ilgen,”Goal Setting: A Theorecital analysis of a Motivational technology,” Research in Organizational Behavior 6
(1984):95-140
[7]Richard M. Steers dan Lyman W. Porter,
eds Motivation and Work Behavior, ed.
Ke-3 ( New York: MnGraw-Hill,1983 Hal 642-643
[8] Paul Hersey. Kenneth
H. BlanChard and Dewey E. Jhonson. Management
of Organizational Behavior. Utilizing
Human Resources. (New Jersey:
Prentice hall. 1996)p.424
[9]Jhon W. Newstrom. Organization Behavior (Mc
Graw Hill International Edition 2007) p. 101
No comments :
Post a Comment