Monday, May 20, 2013

TEORI MOTIVASI


Untuk mengembangkan kinerja organisasi tingkat atas dibutuhkan niat dalam pengembangan suatu motivasi kerja yang tinggi. Karakteristik dari sebuah motivasi kerja itu antara lain :
a.    Kemampuan seseorang dalam meningkatkan pelayanan dan prestasi pada organisasi atau departemen pada semua tingkatan.
b.    Manajemen mendefinisikan apa yang dituntut dalam bentuk peningkatan kinerja, menetapkan tujuan untuk keberhasilan dan memantau kinerja untuk memastikan bahwa tujuan tercapai.
c.    Motivasi dari atas yang menumbuhkan semangat dan keyakinan bersama akan pentingnya perbaikan terus menerus dalam meningkatkan mutu perusahaan atau organisasi.
d.    Fokus pada mempromosikan sikap positif yang menghasilan tenaga kerja yang terlibat dalam berkomitmen dan termotivasi.http://rudtsoneclick.blogspot.com/2013/05/teori-motivasi.html
Menurut Maslow motivasi manusia sebagai suatu hierarki lima kebutuhan yaitu: (1) Fisiologi, meliputi kebutuhan akan udara, air, makan dan seks. (2) Rasa aman, mencakup kebutuhan akan keselamatan, ketertiban, dan bebas dari rasa takut dan ancaman. (3) Rasa memiliki dan cinta (kebutuhan sosial) meliputi kebutuhan akan cinta, afeksi, rasa memiliki dan hubungan manusiawi. (4) Penghargaan, mencakup kebutuhan akan harga diri, prestasi, dan rasa hormat dari orang lain. (5) Aktualisasi diri, meliputi kebutuhan untuk berkembang, untuk merasa terpenuhi dan untuk menyadari potensi seseorang.
Hal ini mengemukakan bahwa banyak implikasi praktis dari teori ini untuk memotivasi dalam organisasi atau lembaga. Khususnya kebutuhan dasar, fisiologis karyawan harus dipenuhi dengan upah yang cukup untuk memberi makan, memberi tempat berteduh, dan membela diri mereka sendiri dan keluarganya secara memuaskan, dan lingkungan kerja yang aman harus diciptakan sebelum manejer atau pimpinan menawarkan perangsang yang didesain guna memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memperoleh harga diri, rasa memiliki atau peluang untuk berkembang. [1]
Kebutuhan akan rasa aman membutuhkan keamanan kerja, bebas dari paksaan atau perlakuan sewenang-wenang, dan peraturan yang ditetapkan secara jelas.
Stephen P Robbins dan Timothy A Judge mengemukakan bahwa motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Sementara motivasi umum berkaitan dengan usaha mencapai tujuan apapun, namun pada pembahasannya dipersempit dan berfokus pada tujuan-tujuan pencapaian organisasi untuk mencerminkan minat kita terhadap perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan.[2]
Menurut Frederick Herzberg teori motivasi bigiene (motivation-bygiene theory) mengemukakan bahwa hubungan seseorang individu dengan pekerjaan adalah mendasar dan bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaan bisa dengan sangat baik menetukan keberhasilan atau kegagalan.[3]
Sedangakan pada teori motivasi kontemporer yang mengambarkan kondisi saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan,menurut McClelland (McClelland’s theory of needs) dalam teori kebutuhan yang dikembangkan oleh David McClelland dan kawan-kawan teori tersebut berfokus pada tiga kebutuhan yaitu: (1) Kebutuhan pencapaian (need for achievement): dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil. (2) Kebutuhan kekuatan (need for power): kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya. (3) Kebutuhan hubungan (need for affiliation): keinginan untuk menjalin suatu hubungan antar personal yang ramah dan akrab.[4]
Menurut Nadler dan Lawler model pengharapan mempunyai implikasi nyata bagi manejer dan organisasi mengenai bagaimana memotivasi bawahan, implikasi ini meliputi: (1) Menentukan imbalan yang dinilai oleh setiap bawahan. Jikalau imbalan menjadi motivator, maka pasti cocok untuk indifidu yang bersangkutan.manajer dapat menentukan imbalan apa yang diinginkan olah bawahannya dengan mengamati reaksinya dalam situasi yang berbeda dan menanyakan imbalan apa yang mereka inginkan. (2) Menentukan prestasi yang anda inginkan. Manajer harus mengidentifikasi tingkat prestasi atau perilaku apa yang ia inginkan sehingga dia dapat memberitahukan bawahannya apa yang harus mereka lakukan. (3) Mengupayakan agar tingkat prestasi dapat dicapai. Jakalau bawahan merasa bahwa tujuan yang harus mereka capai terlalu sulit atau mustahil, motivasinya akan rendah. (4) Mengaitkan imbalan dengan prestasi. Untuk mempertahankan motivasi imbalan yang layak harus jelas dikaitkan dengan suatu prestasi dalam jangka waktu yang singkat. (5) Menganalisis faktor apa yang mungkin meniadakan efektivitas imbalan. Konflik diantara sistem imbalan manajer dan pengaruh lain dalam situasi kerja mungkin mengharuskan manajer melakukan beberapa penyesuaian dalam sistim imbalan. Misalnya jikalau kelompok kerja bawahan lebih menyukai produktivitas rendah, maka suatu imbalan diatas rata-rata mungkin diperlukan untuk memotivasi bawahan agar mengejar produktivitas tinggi. (6) Memastikan bahwa imbalan tersebut memadai. Imbalan yang kecil akan menjadi motivator yang kecil.[5]
Implikasi bagi organisasi dari apa yang dibahas diatas menurut Nadler dan Lawler adalah: (1) Organisasi biasanya memperoleh apa yang mereka imbalankan, bukan apa yang mereka inginkan. Sistem imbalan organisasi harus dirancang untuk memotivasi perilaku yang diinginkan. Tunjangan senioritas misalnya, merupakan imbalan terhadap lamanya seseorang bekerja dalam organisasi bukan mutu prestasi seseorang. (2) Pekerjaan itu sendiri secara intrinsik dapat menjadi imbalan. Jikalau pekerjaan dirancang untuk memenuhi beberapa kebutuhan karyawan yang lebih tinggi (independensi dan kreativitas), maka pekerjaan itu sendiri dapat menjadi imbalan dalam dirinya sendiri. (3) Supervisor lansung memainkan peran penting dalam proses motivasi. Supervisor harus berada pada posisi paling baik untuk menetapkan tujuan secara jelas dan diberikan wewenang untuk memberikan imbalan kepada bawahannya.[6]
Untuk motivasi kerja menurut Richard M.Steers dan Lyman W. Porter mengemukakan teori-teori baru mengenai motivasi kerja bagi para manajer adalah: (1) Manajer harus secara aktif dan dengan sengaja memotivasi bawahannya. (2) Manajer harus memahami kekuatan dan kelemahannya sendiri sebelum berupaya merubah perilaku orang lain. (3) Manajer harus menyadari bahwa karyawan mempunyai motif dan kemampuan yang berbeda-beda. (4) Imbalan harus dikaitkan dengan prestasi, bukan dengan pertimbangan senioritas dan pertimbangan lainnya. (5) Pekerjaan harus dirancang untuk memberikan tantangan dan variasi, dan bawahan harus menyadari apa yang diharapkan dari dirinya. (6) Manajemen harus membantu perkembangan suatu kultur organisasi yang berorientasi pada prestasi. (7) Manajer harus dekat dengan karyawan dan menyelesaikan masalah yang timbul. (8) Kerjasama aktif karyawan harus diusahakan untuk memperbaiki keluaran organisasi karena bagaimanapun karyawan juga merupakan pihak berkepentingan dalam organisasi.[7]
Hersey, Blancard dan Johnson menambahkan karakteristik seseorang bermotivasi tinggi adalah, (1) mereka suka menetapkan tujuan yang cukup sulit, tetapi masih potensial untuk dicapai. (2) mereka suka bekerja atas suatu masalah dari pada meninggalkan peluang akan berhasil. (3) mereka lebih menyukai prestasi pribadi dari pada hadiah keberhasilan. (4) banyak dijumpai pada pekerjaan penjualan atau sebagai pemilik dan manajer perusahaan sendiri[8]
Sedangkan menurut Newstrom Motivasi kerja didefenisikan sebagai suatu kombinasi psikologi yang sangat kompleks pada setiap orang. Pada karyawan diuraikan melalui tiga unsur yaitu: (1) Petunjuk dan fokus perilaku (direction and focus of the behavior): beberapa faktor positif meliputi ketergantungan, kretifitas, ketepatan waktu, sedangkan beberapa faktor disfungsi meliputi keterlambatan, kehadiran, dan kerja yang rendah. (2) Tingkatan dalam upaya atau hasil kerja (level of the effort): membuat komitmen penuh untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Dan (3) Penetapan tingkah laku (persitence of the behavior): pengulangan dalam pemberian upaya atau hasil kerja yang terlalu cepat.[9]
Berdasarkan analisis teori yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi konseptual motivasi kerja dalam hal ini pegawai dinas pemuda dan olahraga  kabupaten bogor adalah dorongan didalam diri setiap pegawai dinas pemuda dan olahraga kabupaten bogor untuk menjadi yang terbaik, dan untuk mencapai keberhasilan sesuai dengan apa yang di cita-citakan dinas pemuda dan olahraga (DISPORA) kabupaten bogor. Dengan indikator: (1) Peningkatan Prestasi kerja, (2) Menerima tanggung jawab yang diamanahkan, (3) malaksanakan tugas sesuai prosedur kerja, (4) Keinginan meningkatkan kemampuan (5) Selalu berupaya melakukan yang terbaik.




[1]A. Maslow, Motivation and Personality (New York: Harper & Row, 1954). Edisi 12 (Penerbit Salemba   Empat Jakarta 2008)h.223
[2]Stephen P. Robins – Timothy A. Judge,”Organizational Behavior” Edisi 12 (Penerbit Salemba   Empat Jakarta 2008) h.222.
[3]F. Herzberg, B. Mausner, dan B. Snyderman, “The Motivation to Work (New York: Wiley, 1959). Edisi 12 (Penerbit Salemba   Empat Jakarta 2008).h.227
[4]D.C. McClelland, The Achieving Society (New York: Van Nostrand Reinhold, 1961) Edisi 12 (Penerbit Salemba   Empat Jakarta 2008).h 230
[5]Lyman W. Porter dan Edward E. Lawler III,”Managerial Attitudes and Performance Homewood”,III: Irwin, 1968). Hal 165
[6]James C. Naylor dan Daniel R. Ilgen,”Goal Setting: A Theorecital analysis of a Motivational technology,” Research in Organizational Behavior 6 (1984):95-140
[7]Richard M. Steers dan Lyman W. Porter, eds Motivation and Work Behavior, ed. Ke-3 ( New York: MnGraw-Hill,1983 Hal 642-643
[8] Paul Hersey. Kenneth H. BlanChard and Dewey E. Jhonson. Management of Organizational Behavior. Utilizing Human Resources. (New Jersey: Prentice hall. 1996)p.424

[9]Jhon W. Newstrom. Organization Behavior  (Mc Graw Hill International Edition 2007) p. 101

No comments :

Post a Comment